Selasa, 09 Juni 2009

KEBAHAGIAAN DAN KEBAIKAN

Kebahagiaan dan Kebaikan

~Makna Kebahagiaan dan Kebaikan
Mempertanyakan suatu makna, merupakan suatu upaya yang bebas dari jeratan waktu dan ruang. Makna menjadi suatu yang berorientasi kepada kebebasan, kejujuran dan objektifitas. Makna adalah sesuatu yang mampu hadir dengan kepolosan, tanpa harus dimanipulir. Mempertanyakan makna, berarti berupaya menelanjangi seseuatu apapun saja yang hadir dalam gejala atau fenomena dalam cangkupan ruang dan waktu. Oleh karena itu memprtanyakan makna kebahagiaan, berarti upaya untuk mencari kejujuran dan objektifitas yang terlepas dari cakupan ruang dan waktu sebagai tuntutan otentisitasnya .
Secara etimologis, kebahagiaan berarti keadaan senang tentram, terlepas dari segala yang menyusahkan atau secara negatif dapat dikatakan, kebahagiaan adalah lawan dari penderitaan. Ini artinya, kebahagiaan adalah ssuatau keadaan yang berlangsung (a lasting condotion ) dan bukan perasaan dan emosinal yang berlalu .
Menurut Socrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Jiwa adalah sebagai intisari kepribadiaan manusia. Atau dengan kata lain, Socrates mengatakan bahwa tujuan kehidupan manuisa adalkah kebahgiaan (eudaimonia), asal istilah ini dari bahasa Yunani. Sedangkan apa yang dimaksud dengan kebahagiaan ini tak pernah dipersoalkan oleh Socrates, sehingga muridnya kemudian memberikan pendapat sendiri-sendiri, yang satu bertentangan dengan yang lain.
Asal mula makna eudemonia (kebahagiaan); bukanlah sesuatu yang bergantung pada keadaan diluarnya atau kabaikan-kebaikan fisik, tetapi tentang perbuatan yang benar yang dilakukan secara sengaja. Kondisi yang sesuai dengan jiwa sangat penting dan tugas dari filsafat adalah memlihara, melatih dan mengobati jiwa .
Kata eudaimonia dalam bahasa Greek secara lateral berarti keadaan wujud dibawah perlindungan sikap jiwa, a good jenius dan happiness sama sekali tidak memadai untuk menterjemhkan kata ini. Happiness sebenarnya adalah biasanya dipakai sebagai suasana pikiran yang berakhir dari atau mengantarkan pada beberapa perbuatan kita. Bahkan Aristoteles memberi jawaban atas pertanyaan “apakah eudaimonia itu?, yaitu aktifitas yang sesuai dengan keutamaan atau bahwa ia adalah kontemplasi, yang menunjukkan bahwa pada eudaimonia bukan suatu keadaan jiwa sebagai akibat atau mengantarkan aktifitas tertentu, tetapi sebuah nama untuk aktifitas itu sendiri. Apakah eudaimonia? Sama dengan bertanya ‘apakah akktifitas yang paling baik dari kemampuan manusia?
Untuk mengatakan bahwa kebaikan tertinggi manusia adalah eudaimonia adalah bentuk tautology dan bukan jawaban atas pertanyaan etika. Kita boleh mengatakan bahwa seorang berada di bawah semangat baiknya, berbeda di sebuah kehidupan yang baik tanpa ada perasaan frustasi di sekeliling materi yang dapat dipikirkan bersama seorang teman atau keluarga. Jadi suatu nama untuk tinggal (berada) adalah sebagai eudaimonia. Aristoteles dalam karya yang lain, secara jelas membedakan kesenangan dari aktifitas-aktifitas yang mengantarkannya.
Bagaimanapun seorang moralitas yang datang kemudian, seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, membatasi ‘kebahagiaan’ sebagai kesenangan dan terlepas dari yang menyusahkan; dan masih ada beberapa justifikasi baginya dalam pemakaian kata Inggris ‘heppiness’, juga tentang kebahagiaan sebagai suatu akibat suasana pikiran dari aktifitas tertentu dicoba untuk membedakannya dari kesenangan mengenai dasar-dasr mental bukan secara badani, lamanya bukan sebentar, rasional bukan emosional.
Dalam kenyataan, kata-kata ‘happiness’ paling banyak dihandiri. Untuk mengatakan bahwa seseorang adalah bagai sama halnya dengan berkata bahwa secara penuh menikmati apa yang ia kerjakan dan perlakukan tanpa ada rasa frustasi dan kesulitan. Sebuah kata kerja menunjukkan cara itu di dalam pekerjaan seseorang dan bukan sebagai akibat atau oleh produk pekerjaannya. Sebagaimana kehadiran moralitas menghadiri kesulitan-kesulitan tentang definisi ini dan devergensi makna antara ‘eudaimonia’ dalam bahasa Greek dan happiness dalam bahasa inggris. `
Bagi filsof modern, Descartes, menjelaskan bahwa kebaikan tertinggi (kebahagiaan) adalah ketentraman jiwa yang sempurna. Kebahagiaan tidak sama dengan kegembiraan dan kesenangan. Sebab secara umum boleh jadi seseorang merasa bahagia meskipun sementra menderita kesedihan sebagaimana seseorang yang tidak mengalami ketidakbahagiaan yang kronis juga bias mengenal saat-saat gembira. Kebahigiaan bukanlah suatu disposisi atau sikap jiwa yang riang gembira, meskipun tidak disangkal bahwa hal-hal tersebut bias menolong kearah kebahagiaan.
Sedangkan faktor yang dipentingkan dalam mencapai kebahagian adalah usaha untuk mempertahankan ‘kepusan’ yang telah didapat itu selama mungkin atau terus-menerus. Mungkinkah itu bias terjadi, kepuasan saat kita merasa kemudian kita coba/ usahakan supaya abadi, kita langgengkan hal itu maka tidak mungkin. Dengan demikian kebahagiaan adalah sekedar nama untuk menyatakan keadaan sadar kita bahwa keinginan kita telah atau sedang dipuaskan .
Sedangkan kebahagiaan, Bothius memberikan definisi ialah suatua keadaan yang membuat sempurna dengan terkumpulnya seluruh kebaikan( a state made perfect by the aggregate of all good things). Thomas Aquinas memberi definisi, kebahagiaan ialah suatu kebahagiaan sempurna yang meninakbobokan seluruh kegiatan nafsu (the perfect good with lulls the appetite altogether).
Dengan menyimak pengertian di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa kebahagiaan adalah keinginan yang terpuaskan karena disadari memiliki sesuatu yang baik. Seseorang itu bahagia sempurna karena ia secara utuh memiliki yang baik yang sempurna. Kebahagiaan sempurna itu dating dari hal yang sepenuhnya memuaskan segala keinginan kita.
Adapun kesenangan hidup menurut Plato, bukanlah memuaskan hawa nafsu di dunia ini. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan yang tepat tentang barang-barang yang dituju. Di bawah ide kebaikan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Baik tidak mau berbuat celaka dari mereka yang merugikan karenanya.
Kemudian kebaikan, demikian Sokrates adalah pendorong dari segala perbuatan. Perbuatan yang salah itu dilakukan karena yang melakukan tidak mengetahui bagaimana sebenarnya. Saya yakin demikian Sokrates , bahwa tidak ada seorangpun berbuat dosa dengan sukarela. Mereka yang berbuat demikian tentu menentang kehendak mereka sendiri. Sokrates mengutarakan bahwa budi itu adalah tahu, dan inilah intisari daripada segala etikanya.
Alat untuk mencapai kebahagiaan menurut Aristoteles adalah rasio. Menurutnya ‘kebaikan tertinggi’(summum bonum) dapat dicapai dalam kesendirian dan renungan pikiran (konyemplasi). Kebaikan tertinggi itu adalah keutamaan tertinggi, karena ia berhubungan dengan akal. Kalau akal terlatih akan dapatlah akal itu memberi arah kepada kehidupan, sehingga mencapai keunggulan dan oleh sebab itu pula kebahagiaan dapat dicapai. Inilah arti sebanarnya dari perwjudan dari hakikat manusia itu sendiri. Kebajikan intelektual bagi Aristoteles tinghi nilainya, karena dasarnya adalah pengetahuan tetang prinsip-prinsip etis, sedangkan kebajikan etis yang menguasai perasaan yang dalam adalah hasil dari cara hidup yang baik dengan jalan pembentukan kebiasaan berpikir, berkemauan dan berbuat yang baik secara sadar. Tidak ada kebahagiaan dalam kegembiraan yang tidak bernilai baik. Kebahgian itu identik dengan kebikan. Kebaikan terkandung menyatu dalam kebahagiaan.


Refrensi Buku

~Sahal, Muktafi. Kebahagiaan, kajian filsafat akhlak, (Target Press Surabya); Surabaya,2003.
~Shaleh Harun, Abdul Munir Mulkhan. Latar Balakang Umat Islam Menerima Pancasila Sebagai Azas Tungga ,l (Aquarius) ; yogyakarta, 1986.
~W.Poespoprodja. Filsafat Moral, (Remadja Karja); Bandung,1986.

Tidak ada komentar: