Selasa, 29 September 2009

Akhlak Islam

Ditulis untuk mengenang seorang kakak yang kemarin-kemarin aku sangat harapkan kehadirannya dan detik ini ia baru datang. Seseorang yang mengajariku untuk terus tersenyum kuat dengan panji Islam di tangan.
Terimakasih



Islam menekankan pentingnya seorang muslim berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Rasulullah sendiri menyatakan bahwa beliau dikirim untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak adalah realisasi dari pemahaman dan pemikiran seseorang. Akhlak adalah sebuah kepribadian.

1. Akhlak Berkomunikasi

 Senantiasa tersenyum dan menghindarkan muka masam
 Berbicara pelan, tidak meninggikan suara
 Tertawa perlahan, tidak tertawa dengan keras
 Berdiri jika orang yang diajak bicara berdiri, atau persilahkan dia duduk. Kita duduk setelah dia duduk.
 Menegur dan mengucapkan salam terlebih dahulu, kecuali jika kita diam dia bergerak kea rah kita baik dengan berjalan maupun dengan berkendara, atau jika kita bersama teman-teman dan dia sendiri.
 Menjawab salam lebih baik dan sempurna, minimal sama dengan suara gembira, mempersilahkan, dan menarik.
 Tidak menguap di khalayak ramai, jika terpaksa menguap diikuti dengan mengucapakan La haula wa la quwwata illa billah atau Allahuakabar.
 Senantiasa meluruskan tubuh. Tidak duduk secara tiba-tiba atau bersandar kecuali saat sendiri.
 Memberi perhatian penuh terhadap apa yang sedang diucapakn orang kepada kita.
 Memandang muka lawan bicara.
 Jika teman berbicara bersin dan mengucap alhamdulillah, kita menjawab spontan yarkhamukallah.
 Mengatakan tentang diri sendiri sesedikit mungkin, menghindari kata yang menyakitkan ke sesame muslim meskipun itu benar.
 Menghargai dan mendoakan rahmat allah saat ada orang berbicara.

2. Akhlak Berpenampilan

 Senantiasa dalam keadaan bersih dimanapun dan kapanpu. Karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Mandilah setiap hari.
 Menjaga rambut senantiasa rapid an pendek.
 Memotong kuku setiap hari Jum’at sebelum terdapat kotoran di sela kuku.Mencuci tangan dan muka, berkumur, dan siakt rambut beberapa kali dalam sehari.
 Tidak berpakaian ketat, terutama dengan pakaian luar.
 Apabila sedang duduk, meletakkan kaki secara bersama-sama dan lengan dekat dengan sisi kita. Tidak terlalu banyak menggerakkan lengan.
 Tidak mengerutkan muka dan mempertahankan penampilan yang wajar. Wajah yang senantiasa tersenyum adalah lebih baik.
 Jika memiliki masalah dengan bau badan, bisa menggunakan wewangain yang sesuai dan tidak mencolok.

3. Akhlak dalam Kelas

 Berada di tempat duduk satu atau dua menit lebih awal dari waktu yang telah ditetapkan.
 Duduk dengan baik, memfokuskan penglihatan pada pembicara, tidak memandang kemana-mana sat ia berbicara.
 Tidak mengganggu guru, memberi isyarat bila hendak bicara. Jika tidak dihiraukan, jatuhkan tangan dan berbicara setelah kelas usai.
 Tidak mengganggu waktu sidang, tidak meninggalkan ruangan sebelum guru mengisyaratkan sidang bubar.
 Tidak makan, minum, atau merokok dalam sembarang perjumpaan.
 Jika tidak setuju dengan guru, mengemukakan pandangan harus denfgan sopan dan tertib.

4. Akhlak Makan

 Mencuci tangan dan berwudhu sebelum duduk untuk makan.
 Tidak menjadi orang yang pertama makan, jika orang lain tidak memiliki tempat duduk kita merapat ke orang sebelah agar ada ruang untuknya.
 Memulai dengan membaca basmalah.
 Tidak makan melebihi kemampuan. Adalah lebih baik makan lagi, menambah, atau tetap lapar, disbanding menyisakan makanan di piring.
 Mengunyah di sela-sela makan tanpa tergesa-gesa.
 Makan dengan tangan kanan, baik untuk sendok, garpu, dan pisau.
 Tidak berbicara waktu mulut penuh dengan makanan.
 Membantu dan melayani rekan makan, seperti mengambilkan makanan yang jauh darinya.
 Jika sangsi makanan disediakan untuk siapa, kita tidak usah mengambilnya. Dan jika kita menginginkan kembali makanan kita yang telah diambil orang lain, maka kita mengambilnya sendiri tanpa menyuruh orang lain.
 Menunggu rekan makan menghabiskan makanannya.
 Menjaga sekeliling agar bersih dan membuat nafsu makan.
 Mengucapkan hamdalah, mencuci tangan dan berkumur bila selesai makan.

5. Akhlak Tidur

 Beristirahat setelah sholat Isya’.
 Bangun apabila mendengar panggilan yang pertama dan tidak bermalas-malasan di tempat tidur. Diantara panggilan yang pertama dan tugas yang pertama, terdapat waktu untuk melakukan yang kita mau, tetapi jika kita menunggu hingga panggilan yang terakhir, kita mungkin tidak dapat melakukan apa yang kita mau. Membaca doa pagi hari.
 Menggosok gigi, mandi, dan berpakaian dengan cepat.
 Membiasakan sholat sunnah Fajar sebelum iqomah.
 Jika melewatkan sholat subuh karena sebab syar’i, maka pergi ke masjid dengan tidak bermalas-malasan dan melakukan sholat qodho’.

6. Akhlak Sholat

 Berangkat ke masjid sebelum iqomah.
 Bila memungkinkan, mendekat dengan mihrab lalu membaca al Qur’an.
 Mencoba diam tidak berbicara sebelum dan sesudah sholat, cukup mendengarkan bila memang ada yang mengajak berbicara.
 Jika bacaan al Qur’an dilantunkan dimanapun, berdiri atau duduk, dengarkan tanpa bercakap-cakap.
 Berdiri sholat dengan kaki direnggangkan. Kaki dan bahu dekat dengan orang di sebelah dalam barisan yang lurus.
 Tidak mendahului imam, mengikuti gerakannya setelah ada kalimat takbir, melafadzkan salam sesudah imam menyempurnakan salamnya yang kedua.
 Tidak merentangkan kaki kea rah kiblat. Jika tidak dapat bersila lama, melujurkan kaki ke arah selain kiblat atau duduk di atas lutut atau tumit apabila berubah kedudukan.
 DAlam shalat, suara tidak perlu keras hingga terdengar orang sebelah kita.
 Sewaktu khutbah Jum’at, tidak berbicara, mengauap, bergerak ke sana kemari, tertawa keras meski imam membuat lucu, sebagai gantinya bisa dengan tersenyum

Jumat, 11 September 2009

Just Wanna Share

Alhamdulillah,,,

Akhirnya,,,

Sidang skripsi terlampaui,,,

Meski kurang sreg dengan pertanyaan2 para penguji yang banyak keluar konteks materi skripsiQ,,,

Meski kurang puas dengan jawaban2 yang kuberikan kepada para penguji,,,

Alhamdulillah nilai yang keluar cukup membanggakan...ghem...

Terima kasih, terima kasih, dan sangat terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu dan berkorban materi dan immateri untukQ selama penulisan skripsi itu.

Maka,disaksikan para bloggerwan-bloggerwati, aku umumkan...

AKU DEDIKASIKAN SKRIPSI INI KEPADA:

Allah SWT, Sungguh sesamudera syukurQ tidak pernah sebanding dengan kasihMu. Sujud terdalam untukMu, Wahai Pemilik Segala Ilmu.
Rasulullah SAW, betapa syahdu rintihmu "Ummatii,,,Ummatii,,," tetap saja menggetarkan jiwa yang rindu pribadi sempurnamu. Kau adalah lembaran buku yang dapat aku mengerti, namun aku tak pernah selesai membacanya.
IbuQ tersayang, kupersembahkan kemenangan perjuangan kesabaran ini untuk sedikit menghapus tetes2 peluh dan air mata tiap malammu, Duhai kampus peradaban pertamaku.
AyahQ yang hebat, yang telah mengajarkanQ mengeja arti kehidupan. Kau adalah kebenaran pada saat yang sama antara membuka dan merahasiakannya.
Adik-adikQ, tanpa dirimu aku bukanlah apa2, tangan kecilmu merangkul selaksa ceria.
Calon suami dan anak-anakQ, kalian adalah embun di ujung daun yang turun setelah halimun. Begitu sempurna hidup manakala kita bisa bergandeng tangan dalam jalanNya. Kalian adalah motivator dan inspirator yang tak pernah kering.
Seorang Ilmiawan yang senantiasa menguatkan dan memacuQ untuk terus belajar, bermanfaat dan berprestasi di tiap tebasan waktu. Singkat atau panjangnya gumulan kebersamaan tetap akan mengukir keabadian sejarah.
Teruntuk mereka, para pendidik generasi yang memberi ilmu dengan kesempurnaan pada pondasi kehidupan dan menjadi pilar kemajuan pertiwi.
Serta mereka-mereka yang sedang meniti jalan ini dan senatiasa menetapinya.

Semoga segala amal baik diterima dan dibalasNya dengan sebaik2 pembalasan. Amin.

Minggu, 23 Agustus 2009

Dialog 'Ilmiyyah (Dilema Simalakama)

Selasa, Agustus 19, 2008
Oleh: Abu Lubna


Pemuda Khoirul (K): Sungguh naif, ironis, mengherankan, sangat tidak masuk akal...!!!

Pak Sholeh (S): Lho..lho...lho..ada apa Nak Khoirul? Apa yang sedang mengganggu fikiranmu?

K: Itu lho Pak, sementara orang-orang kafir sedang sibuk mempersiapkan Program "Jusuf 2004", yaitu sebuah program agar pada Pemilu nanti Presiden kita dijabat oleh orang Kristen,
eh malah ada orang yang membid'ahkan partai politik, sungguh aneh!

S: Lho, tenang dulu Nak Khoirul, sabar. Ananda kan orang yang selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, kenapa sekarang ananda tidak konsisten?

K: Astaghfirullah, Pak Sholeh benar. Saya cuma heran, kenapa mereka bisa berpendapat seperti itu, padahal sebagian dari mereka itu kan cendekiawan, intelektual, bahkan para ulama
yang memperjuangkan Islam?

S: Tentunya mereka mempunyai alasan untuk berpendapat seperti itu. Dan seperti Nak Khoirul sering katakan, pendapat seseorang itu harus kita hargai. Betulkan? Baiklah, sekarang saya akan mencoba melihatnya dari sudut pandang yang lain. Saya lihat, sebenarnya dalam permasalahan yang sedang ananda fikirkan itu ternyata ada 2 permasalahan berbeda.

K: Maksud Bapak?

S: Yang pertama adalah permasalahan Program Jusuf 2004, yang kedua adalah permasalahan pembid'ahan partai politik. Kedua permasalahan itu telah datang pada masa yang berbeda, dan kedua-duanya tidak saling berkaitan pada awalnya. Jadi tidak benar ketika ada Program Jusuf 2004, lalu ada orang-orang yang mencounternya dengan mengatakan bahwa partai politik itu bid'ah. Janganlah dikesankan seperti itu, ananda harus bijaksana dalam menyimpulkan suatu permasalahan.

K: Jadi, bagaimana Bapak melihat permasalahan ini?

S: Permasalahan pembid'ahan partai politik itu telah dibahas para ulamasejak zaman munculnya demokrasi, bahkan kalau diqiyaskan, masalah itu telah dibahas dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Para ulama tersebut tentunya mempunyai dalil, argumen yang berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi dan dengan beberapa catatan penting tentang demokrasi. Adapun permasalahan Jusuf 2004 adalah permasalahan baru, yang butuh untuk difikirkan dan dipecahkan bersama, termasuk oleh para ulama tersebut. Saya yakin, sangat tidak mungkin bagi para ulama yang memfatwakan bid'ahnya partai politik itu akan tinggal diam atau bahkan menganjurkan untuk golput, sementara kaum kafir sedang serius mengincar kursi presiden. Sekali lagi, ananda harus sedikit bijaksana dalam berfikir, ananda harus tabayyun dengan mereka.

K: Baiklah, sebagai seorang muslim, apa yang akan Bapak lakukan dalam mensikapi program "Jusuf 2004" itu?

S: Sesuai dengan kemampuan masing-masing, karena Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali dengan apa yang kira-kira menjadi kewajibannya. Sebagai seorang ustadz, maka saya berkewajiban untuk mengumumkan program kristenisasi ini kepada kaum muslimin agar mereka tahu bahwa musuh sedang mengincar kita. Kita harus marah di mimbar-mimbar, masjid-masjid dan majlis ta’lim.

K: Lalu, apa tindakan konkritnya?

S: Nah, orang-orang kafir itu kan sasarannya adalah Pemilu, mereka pasti akan menyusup kepada partai-partai yang berkedok nasionalisme dan mengelabui kaum muslimin. Maka tidak ada cara lain kecuali kita serukan kepada kaum muslimin agar mencoblos partai-partai Islam yang berjuang untuk Islam dan membela kaum muslimin.

K: Kalau begitu, partai-partai manakah yang Bapak anjurkan untuk dicoblos?

S: Tidak mengapa partai apapun, asalkan partai Islam. Namun sebaiknya kita memilih partai yang kita lihat mempunyai jalan yang lebih dekat kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

K: Saya setuju sekali Pak, tidakkah sebaiknya kita bergabung dengan mereka?

S: Ya ananda benar sekali, saya siap bergabung dengan mereka dalam segala bentuk amar ma’ruf nahi munkar bil hikmah. Sedangkan memberitahukan kaum muslimin tentang program Jusuf 2004 ini adalah juga bagian dari amar ma’ruf nahi mungkar tadi. Sekali lagi insya Allah
saya siap. Bukankah begitu yang ananda maksud?

K: Maksud saya, kita bergabung dengan salah satu partai tersebut, memakai baju mereka dan berdakwah dengan cara mereka.

S: Oh begitu maksud ananda. Baiklah, kalau begitu tolong ananda amati pada partai manakah akan saya dapati sifat-sifat hizbullah, karena Allah hanya memerintahkan saya untuk bergabung dengan partai tersebut.

K: Setahu saya, semua partai Islam mengatakan bahwa mereka memperjuangkan Islam, tentunya mereka semuanya hizbullah.

S: Hizb-Allah itu cuma satu, karena dalam Al-Qur'an, Allah menggunakan kata "Hizb" (singular) yang artinya "sebuah partai."

K: Kalau begitu, tolong Bapak rincikan dulu sifat-sifat hizbullah itu, baru nanti akan saya cocokkan dengan partai-partai yang ada.

S: Baiklah, sebenarnya banyak sifat-sifatnya, tapi saya akan sebutkan satu sifat saja, yaitu mereka senantiasa menjaga dan mengusahakan persatuan kaum muslimin, karena Allah telah memerintahkan kita untuk bersatu dan melarang bercerai berai.

K: Setahu saya, semua partai Islam juga menyerukan kepada persatuan ummat.

S: Kalau memang mereka semua berkata begitu, lalu mengapa mereka tetap berusaha mengeksistensikan partainya masing-masing. Kadang-kadang kalau ada masalah, hanya nama partai yang diganti, tidak berusaha untuk mengajak semua partai Islam untuk melebur. Apakah menurut ananda persatuan itu akan terwujud dengan satu partai atau banyak partai? Bahkan di Indonesia, satu partai saja bisa beranak jadi 2. Ananda harus selalu ingat, bahwa Persatuan Islam itu ibarat sebuah lingkaran besar. Biarkanlah lingkaran besar kaum muslimin itu tetap satu, jangan dibagi-bagi menjadi lingkaran-lingkaran kecil.

K: Kalu begitu, saya yakin pasti Partai Pak Ahmad itulah partai Hizbullah, karena dalam kampanye mereka, mereka lebih sering menyerukan kepada persatuan kaum muslimin.

S: Saya ingin balik bertanya, apakah sewaktu mengatakan itu dalam kampanye mereka, mereka memakai suatu atribut khusus?

K: Ya, tentu mereka memakai lambang, bendera dan seragam mereka.

S: Nah, hal itu sudah cukup kita katakan bahwa mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam sebuah lingkaran besar. Karena lingkaran
besar Islam tidak mempunyai lambang, bendera dan seragam. Bahkan hal itu pun sudah cukup untuk membuat orang Islam yang lain merasa berbeda dengan ummat Islam yang memakai atribut dan seragam tersebut.

K: Tapi Pak Ahmad sering mengatakan bahwa mereka tidak menuntut untuk dipilih, yang penting kita memilih salah satu partai Islam. Bukankah ini kalimat yang haq?

S: Seandainya mereka menyerukan agar Ummat Islam memilih mereka, atau mengajak bergabung menjadi anggota partai mereka, maka inilah yang saya namakan membuat lingkaran kecil. Namun apabila mereka menyerukan untuk memilih partai apa saja asalkan partai Islam, maka perkataan ini adalah hipokrit, karena jelas-jelas setiap partai itu mempunyai target. Adapun target adalah harapan, harapan tentunya akan dibarengi dengan usaha untuk mencapainya, yaitu mengajak manusia. Lalu untuk apa ditentukan target?
***
K: Kalau begitu, apa konsep Persatuan Islam menurut Bapak?

S: Yaitu sebuah lingkaran besar kaum muslimin yang mengatakan Lailaaha illallah Muhammaddarrasulullah, menjalankan kitabullah, Sunnah Nabi serta Ijma para shahabat. Maka mereka itu adalah saudara, sehingga wajib dibela. Yang di luar lingkaran itu adalah musuh.

K: Kalau melihat konsep yang sederhana itu, saya berkesimpulan bahwa Islam itu ya Islam, tidak butuh lagi dengan organisasi atau perkumpulan. Bukankah begitu?

S: Organisasi/perkumpulan itu bisa saja diperlukan, yaitu sebagai sarana bagi kita untuk mempermudah dakwah dan menyerukan manusia kepada lingkaran besar Islam. Tapi kalau organisasi/perkumpulan/kelompok/partai itu didirikan untuk mengajak manusia masuk kepada kelompok mereka, maka mereka telah membuat sebuah lingkaran kecil di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Organisasi seperti inilah yang justru akan memecah belah ummat. Imam Malik berkata, apabila anda melihat suatu kelompok dalam Islam yang menyerukan Ummat Islam masuk kepada kelompoknya, bukan menyerukan kepada Islam, maka ketahuilah bahwa kelompok itu adalah sesat. Ini bukan kata saya, ini kata Imam Malik.

K: Tapi, pada kenyataanya ummat Islam itu sendiri telah berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu, apa tanggapan Bapak?

S: Ananda jangan heran, itu adalah realita yang telah dikabarkan oleh Nabi. Namun demikian, kita tidak boleh pasrah, kita dituntut untuk terus berusaha kepada persatuan ummat dan jangan bercerai berai karena itu adalah perintah Allah dalam Al-Qur'an.

K: Kalau begitu, bagaimana kalau kita rangkul saja semua kelompok-kelompok Islam itu, mulai dari syi'ah yang menghujat para shahabat sampai semua kelompok di kalangan ahlu sunnah, yang penting mereka mengaku Tuhan kami adalah Allah dan Nabi kami adalah Muhammad. Lalu kita berjuang dalam sebuah partai untuk kemenangan Islam dan untuk sementara tidak
memperselisihkan perbedaan.

S: Ide yang tidak terlalu jelek, saya hargai pendapat ananda. Namun sayangnya, cara seperti itu tidak akan pernah berhasil di dalam konsep demokrasi itu sendiri.

K: Maksud Bapak?

S: Coba ananda fikirkan, anggap saja dengan cara itu akhirnya ummat Islam akan meraih suara terbanyak dan menang, lalu apa kira-kira yang akan terjadi?

K: Tentunya kita bisa menerapkan hukum Islam dengan leluasa.

S: Hukum Islam yang bagaimana? Yang sesuai dengan Kitab wa sunnah seperti pada zaman Nabi dulu, atau Hukum Islam yang bisa mengakomodasi seluruh pemahaman yang ada pada kelompok-kelompok yang bersatu tadi? Karena ananda harus ingat, di dalam konsep demokrasi, setiap orang berhak untuk menuntut haknya. Kaum syi'ah akan meminta masjid untuk menghujat para shahabat, kaum sunni quburiyyun akan tetap minta diperbolehkan berkunjung ke kuburan-kuburan. Semua sekte yang telah berhasil memenangkan partai tersebut, akan meminta hak untuk beribadah sesuai dengan cara mereka, atas nama demokrasi.

K: Jadi menurut Bapak, tidak mungkin kita bisa menerapkan hukum Islam yang shohih, setelah kita memenangkan pemilu tersebut?

S: Mustahil menurut konsep demokrasi. Karena persatuan Islam dengan cara itu hanyalah persatuan jasadi, bukan persatuan Islam sesungguhnya. Setiap kelompok yang berbeda-beda itu akan kembali menuntut haknya masing-masing dengan mengatas namakan demokrasi.

K: Kalau begitu, adakah cara lain untuk menunaikan perintah Allah agar kita menuju persatuan Islam?

S: Seperti telah saya katakan, realitas perpecahan ummat ini telah dikabarkan oleh Rasulullah pada 14 abad yang lalu, dan jalan keluarnya pun telah pula dijelaskan oleh Beliau.

K: Apa jalan keluar menurut Beliau (nubuwwah)?

S: Yaitu ruju' (kembali) kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin sesudahku. Kalau dikatakan “kembali”, maka hal itu akan mempunyai 2 makna. Pertama: orangnya telah berjalan terlalu jauh, kedua: jalannya itu sendiri yang kejauhan/salah jalan/rambu-rambunya rusak atau tersamar. Maka untuk membuat "orangnya" bisa kembali, kita harus memberikan arahan kepadanya, yaitu berupa petunjuk/pendidikan (tarbiyyah) agar orang tersebut bisa mencari jalan pulang. Adapun terhadap "jalannya", maka kita harus benahi jalan itu, bersihkan, murnikan (tasfiyyah) agar orang lain tidak kembali menempuh jalan itu, walaupun orang munafik tidak menyukainya. Melalui hadits ini, Rasulullah telah memberikan solusi metoda dakwah akhir zaman, ketika ummat Islam telah berkelompok-kelompok. Inilah metoda dakwah menuju persatuan hakiki, yaitu persatuan jasadi warruuhi.

K: Memang begitulah idealnya. Karena dengan bersatunya pemahaman, maka otomatis jasadnyapun akan bersatu. Namun demikian, akan lama sekali rasanya kemenangan itu tercapai?

S: Lama atau cepat bukan urusan kita. Itu urusan Allah. Kita tidak dituntut untuk cepat-cepat. Bahkan kemenangan itu sendiripun bukan suatu tuntutan. Kemenangan pada hakekatnya adalah pemberian dari Allah. Yang Allah tuntut dari diri kita adalah bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan tersebut sesuai dengan konsep nubuwwah.

K: Kalau begitu, kapan kita bisa mendirikan sebuah Daulah Islam?

S: Daulah hanyalah sebuah sarana dakwah, bukan tujuan dakwah. Sarana itu memang harus kita capai, namun bukan dengan melupakan tujuan. Tujuan dakwah adalah yang asasi. Tujuan dakwah adalah mentauhidkan Allah dan “memurnikan” Islam, yaitu dengan cara menuntut dan menyebarkan ilmu, serta mempersatukan ummat sesuai dengan konsep nubuwwah tadi.

K: Tapi, bagaimana mungkin bapak bisa mengatakan bahwa “mendirikan daulah” itu bukan salah satu tujuan dakwah?

S: Baiklah, apakah ananda ingat kisah Rasulullah dengan pamannya Abu Thalib?

K: Kisah yang mana Pak, ada beberapa kisah yang saya ingat.

S: Kalau seandainya mendirikan daulah, atau menjadi presiden, atau mencapai kekuasaan adalah tujuan dakwah, maka Rasulullah telah memilih kesempatan itu di awal masa datangnya Islam, tanpa harus berperang!. Ingatkah ananda, ketika kaum kafir Quraisy melalu lisan Paman Nabi, Abu Thalib, menawarkan: seandainya engkau menghendaki wanita, maka mereka akan mencari wanita-wanita tercantik untuk dinikahkan dengan engkau, atau harta, maka mereka akan mengumpulkan seluruh kekayaan Quraisy dan diberikan kepada engkau, atau menjadi raja, maka mereka akan membai'at engkau menjadi raja. Namun apa jawaban Beliau?

K: Apa kata Beliau Pak?

S: Beliau bersabda: “Sekali-kali tidak wahai pamanku!, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, maka sekali-kali aku tidak akan gentar, sampai Allah memenangkan urusanku, atau aku binasa bersamanya.”

K: Subhanallah, mengapa Beliau tidak memilih menjadi raja, bukankah beliau politikus ulung?

S: Politikus ulung hanyalah julukan orang-orang, tapi beliau adalah seorang Nabi. Seorang Rasul yang diturunkan dengan membawa konsep dakwah nubuwwah. Kalau seandainya beliau adalah politikus, maka sudah tentu beliau akan memilih menjadi raja. Karena dengan menjadi raja, maka harta akan Beliau peroleh, wanita yang cantik akan mudah Beliau dapatkan, bahkan dakwah pun akan lebih mudah disebarkan. Tapi sekali lagi, Beliau bukan seorang politikus, Beliau adalah seorang Nabi, yang mendapat wahyu dan diperintah oleh Allah 'azza wajalla.

K: Jadi, mencapai kekuasaan itu bukan tujuan dakwah?

S: Begitulah. Kalau seandainya hal itu merupakan tujuan, maka sesungguhnya kesempatan itu sudah ada di depan mata Rasulullah, tanpa harus berperang, tanpa harus ber-pemilu. Tapi beliau tidak mengambilnya. Dan seandainya kita menyangka bahwa dengan kekuasaan, hukum Islam itu bisa ditegakkan, sudah barang tentu Rasulullah pun telah lebih dulu menerima tawaran kaum Quraisy itu.

K: Oya, saya teringat sesuatu. Bukankah Rasulullah menolak tawaran tersebut karena tawaran itu bersyarat? Yaitu agar Beliau meninggalkan dakwah Islamiyyah?

S: Bukankah kekuasaan yang dicapai dengan demokrasi pun akan penuh dengan syarat? Penuh kompromi? Penuh toleransi? Harus tetap menghargai orang yang berbeda pendapat, menghargai orang yang tidak setuju dengan hukum rajam, potong tangan, jilbab, bahkan menghargai hukum murtad dari agama Islam, karena hal itu adalah hak asasi manusia. Kalau ternyata Rasulullah meninggalkan pencapaian “kekuasaan yang bersyarat” itu, lalu mengapa kita berani mengambilnya?

K: Saya kagum dengan argumentasi-argumentasi yang Bapak kemukakan, namun masih ada sedikit syubhat dalam fikiran saya.

S: Silahkan ananda kemukakan.

K: Kalau pada zaman Nabi kan Beliau dituntut oleh Allah untuk memperjuangkan Islam secara sempurna, apalagi beliau di bawah bimbingan Allah. Tapi saat ini, kan agak susah utk memperjuangkan Islam yang sempurna, karena kita bukan Nabi. Jadi melalui demokrasi, kita bisa mengakomodasi hukum Islam sedikit demi sedikit.

S: Masalahnya Allah telah berfirman: Walaa talbisul haqqo bil baatili (Janganlah kalian mencampuradukan yang haq dengan yang bathil). Sebuah larangan yang sangat keras dari Allah. Memang, dengan demokrasi, sebagian hukum Islam mungkin bisa diakomodasi, namun di saat yang sama, kita terpaksa melanggar ayat tadi, karena harus bertoleransi dengan selain hukum Allah, harus bersekutu dengan orang kafir dalam penentuan suatu hukum. Saya melihat bahwa kemampuan akomodasi dengan cara demokrasi tidak akan sampai kepada derajat kamil/kaffah, karena di sana ada kompromi, toleransi, tenggang rasa.

K: Lalu, cara apa yang bisa mengakomodasi hukum Islam secara kaffah?

S: Jihad fii Sabilillah. Dengan cara itulah Islam telah jaya pada zaman para Nabi dan Rasul, dan dengan cara itu pulalah agama Islam ini akan kembali jaya di akhir zaman. Islam telah dimuliakan dengan jihad, dan akan kembali mulia dengan jihad.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan satu sifat dari sifat-sifat hizbullah, yaitu menjaga dan menyerukan persatuan Islam. Tolong Bapak sebutkan sifat-sifat yang lain!

S: Mereka itu sesuai firman Allah: Asidda’u ‘alal kuffar, ruhama’u bainahum (keras terhadap orang kafir, berkasih sayang sesama mereka).

K: Tolong Bapak sebutkan ciri hizbullah yang lain!

S: Mereka menyerukan agar kaum wanita muslimah kembali ke rumah untuk mendidik generasi muda Islam, sebagai kewajiban yang telah lama ditinggalkan atau sengaja dilupakan, yaitu perintah Allah 'azza wajalla: “Wa qorna fii buyuutikunna!”. Namun ananda, diantara mereka justru ada yang menjadi anggota parlemen, bercampur dengan laki-laki dan orang-orang kafir.

K: Tolong sebutkan satu lagi saja sifat yang lain!

S: Wahai ananda, mereka itu selalu memperjuangkan Hak Asasi Allah (HAA).

K: Setahu saya, semua partai Islam tentu memperjuangkan Hak Hak Allah, walaupun istilahnya tidak setenar mereka memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana tanggapan Bapak?

S: Itulah demokrasi. Inti dari konsep demokrasi adalah adanya hak individu, yaitu hak asasi manusia (HAM). Yaitu bahwa setiap orang, baik itu sholeh maupun jahat, mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Setiap orang boleh mengeluarkan pendapat yang harus dihargai.

K: Bukankah itu suatu konsep yang sangat baik?

S: Adakah padanya kebaikan, sementara konsep “hak asasi” mengatakan: segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu, selama perbuatan itu tidak mengggangu orang lain, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hak orang lain, maka itu adalah hak asasi dia yang harus didengar, dihargai dan dilindungi.

K: Saya belum memahami maksudnya, tolong dijelaskan lagi.

S: Di dalam negara demokrasi, apabila ada satu atau dua orang saja yang mempunyai pendapat, misalnya kita contohkan saja perkawinan sejenis (gay/lesbi), maka kedua orang tersebut berhak untuk turun ke jalan berdemonstrasi, menulis di media massa mendakwahkan idenya, membentuk organisasi, berbicara di depan parlemen untuk menuntut haknya, serta berhak untuk dilindungi hak asasinya tersebut.

K: Saya akan menentang kedua orang tersebut, karena homoseksual tidak bisa diterima oleh Islam.

S: Lho, ananda kan selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, maka ananda harus konsisten, sesuai prinsip demokrasi.

K: Baiklah, adakah contoh kongkrit yang lain?

S: Ketika para agamawan, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain menentang perbuatan seks di luar nikah seperti WTS, maka ada orang-orang yang mengaku dirinya nasionalis, aktifis HAM berkata membela: “Mereka itu mempunyai hak untuk makan, untuk hidup, untuk membiayai anak-anaknya yang lapar. Maka di saat mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja kecuali dengan menjual tubuhnya, maka kita harus memberikan kesempatan itu, memberikan haknya untuk hidup, selama di dalamnya ada rasa suka sama suka, saling menguntungkan dan tidak merugikan orang lain. Maka membunuh hak mereka, sama dengan membunuh anak-anaknya yang lapar. Begitu juga dengan istilah WTS yang cenderung menghinakan mereka, istilah itu harus diganti dengan yang lebih manusiawi seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). Demi keagungan prinsip demokrasi, anda harus menghargai hak-hak
mereka!!”

K: Tolong sebutkan satu saja contoh kongkrit yang lain?

S: Berjemur tanpa selembarpun busana di taman-taman kota di Jerman, masih dilarang oleh undang-undang dan ada padanya hukuman denda. Namun apa yang terjadi saat ini, ketika polisi mendatangi mereka dan mengingatkan akan peraturan ini, mereka mengatakan: “Ini adalah hak asasi saya, ada apa dengan anda? Apakah saya mengganggu hak orang lain?”

K: Wah, sangat tidak bisa dibayangkan ya Pak. Bagaimana kalau setiap orang jahat di Indonesia turun ke jalan lalu berkata: saya menuntut hak saya untuk bisa berbuat ini dan itu.

S: Singkatnya, ketika ada orang baik yang memperjuangkan suatu kebenaran, lalu ada orang jahat yang berkata: “Saya ingin melakukan yang berlawan dengan anda, dan ini adalah hak asasi saya, pendapat saya” maka ananda harus menghargainya, atas nama demokrasi.

K: Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan salah satu konsep demokrasi yaitu kebebasan berpendapat dan HAM. Lalu adakah konsep demokrasi lain yang janggal?

S: Di dalam memilih seorang pemimpin, katakanlah presiden, maka seorang da’i kondang sekelas Zainuddin MZ akan memiliki suara yang sama nilainya dengan seorang pelacur, perampok, koruptur yang sedang dipenjara, bahkan orang kafir, yaitu SATU suara. Jadi inti konsep demokrasi yang kedua adalah menang-menangan suara.

K: Lalu, apa kejanggalannya?

S: Konsep itu tentu akan membuat Al-haq tidak akan pernah menang, bahkan mustahil untuk menang.

K: Tidak akan pernah menang? Bukannya kita dapat bertarung dalam pemilu?

S: Bagaimana ananda akan bertarung, sementara Rasulullah telah mengabarkan tentang kekalahan itu.

K: Maksud Bapak?

S: Beliau mengabarkan bahwa jumlah orang-orang baik di akhir zaman itu cuma sedikit dan terasing (ghuroba'). Walaupun dalam hadits lain beliau mengabarkan bahwa jumlah orang Islam itu banyak, tapi mereka itu seperti buih, mereka itu asing dari agamanya, asing dari kebenaran. Yang benar menurut mereka asing, yang bathil menurut mereka benar. Bagaimana ananda bisa menang, sementara orang yang tidak suka pada kebenaran itu lebih banyak, bahkan mereka dari kalangan ummat Islam sendiri…..

K: Bagaimana dengan berusaha sekuat tenaga, kampanye yang tiada henti, menggunakan seluruh fasilitas dakwah, tv, koran dan sebagainya?

S: Adakah kabar dari Rasulullah itu bisa berubah?

K: Kalau begitu, selain demokrasi, adakah cara dakwah lain yang bisa membuat jumlah orang baik sebanding atau mengalahkan jumlah orang jahat?

S: Tidak ada satupun cara dakwah yang dapat menyeimbangkan angka tersebut, karena itu merupakan kabar dari Rasulullah. Di akhir zaman, orang-orang baik akan tetap sangat-sangat sedikit jumlahnya.

K: Lalu, buat apa kita berdakwah?

S: Kalau tujuannya untuk menang-menangan suara, maka kita tidak usah berdakwah, karena sudah pasti kita tidak akan pernah menang.

K: Lalu, dengan cara apa Ummat Islam akan menang?

S: Yang jelas ananda, bukan dengan meningkatnya jumlah orang baik dari orang jahat. Saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Justru semakin menuju akhir zaman, orang-orang akan semakin rusak, biduanita dan minuman keras makin merajalela, mereka meminta menghalalkan segala sesuatu yang haram, termasuk alat-alat musik (lihat hadits Bukhari).

K: Jadi Pak, kalau bukan dengan jumlah, dengan apa Ummat Islam bisa menang?

S: Itulah ananda. Di sini ada suatu hikmah yang sangat agung. Suatu hikmah yang hampir tidak pernah disadari oleh setiap muslim. Kemenangan akhir zaman itu suatu ketetapan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. Namun di sisi lain, Beliau pun mengabarkan akan keterasingan dan sedikitnya jumlah orang-orang baik (benar) pada waktu itu. Dengan sedikitnya jumlah, berarti demokrasi tidak akan bisa mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki. Saya sangat berharap, bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Al-Badr, yaitu kemenangan seperti pada perang Badr. Kemenangan yang gemilang, walaupun jumlah orang baik pada waktu itu cuma sedikit.

K: Kapankah sebetulnya kemenangan hakiki itu akan datang Pak?

S: Yaitu pada masa munculnya Al-Imam Mahdi, pada masa turunnya kembali Nabiullah ‘Isa ‘alahissalam.

K: Lho, berarti kemenangan yang hakiki itu akan datang di akhir zaman, tidakkah ada kemenangan sebelum itu?

S: Wallahu’alam. Dari beberapa dalil yang ada, sebagian orang berusaha menyimpulkan bahwa setelah tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani, maka ummat Islam akan mengalami suatu masa, dimana tidak akan ada lagi kekhalifahan yang sifatnya menyeluruh (mendunia). Ummat Islam akan berada dalam perpecahan, kebodohan yang sangat, penindasan, banyak ulama-ulama su’ yang mengajak ke lembah jahannam, digerogoti kaum kafir, dsb. Baru setelah itu akan datang kemenangan ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi yang akan berkuasa selama sekitar 40 tahun. Ternyata kemenangan itu pun cuma sesaat. Cuma 40 tahun saja. Makanya yang paling penting adalah bukan kemenangannya itu sendiri, melainkan bagaimana usaha kita dalam mewujudkan kemenangan itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah (konsep nubuwwah) serta tidak mengorbankan akidah.

K: Jadi tidak ada kabar bahwa diantara masa itu akan ada suatu daulah atau kekhalifahan yang berhasil diperjuangkan baik dengan cara demokrasi atau cara-cara lainnya?

S: Hanya itu kabar tentang Kemenangan Ummat Islam di akhir zaman sejauh yang saya ketahui dari dalil-dalil yang ada. Yaitu kemenangan hakiki yang ditandai dengan berdirinya Kekhalifahan Al-Mahdi.

K: Kalau kemenangan itu akan datang pada saat orang baik sedikit, lalu apa rahasianya mereka bisa menang, Pak?

S: Tentunya karena mereka mematuhi wasiat Rasul. Wasiat untuk orangorang yang hidup di akhir zaman.

K: Apa wasiat Beliau?

S: Wasiat yang telah kita diskusikan tadi pagi, yaitu wasiat untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasulullah, Sunnah Khulafaur Raasyidin, menggigitnya erat-erat dengan gigi-gigi geraham serta menjauhi semua kelompok (firqah) yang ada, walaupun harus mati dalam keadaan demikian (Lihat hadits-hadits tentang perpecahan ummat).

K: Bagaimana dengan wasiat itu mereka bisa menang?

S: Karena wasiat itu membawa manusia kepada persatuan yang hakiki. Persatuan pemahaman terhadap Sunnah yang haq, yaitu persatuan jasad dan ruh. Mereka senantiasa mengajak ummat Islam untuk “kembali”, yaitu dengan memberikan arahan menuju jalan pulang (tarbiyyah), sekaligus memperbaiki “jalan-jalan” yang telah membawa mereka pergi jauh dari sunnah itu (tasfiyyah). Wasiat itu senantiasa mereka perjuangkan dan terapkan, baik itu di masjid-masjid, masjis ta’lim, pada kurikulum madrasah/pesantren yang mereka mampu melakukannya. Itulah tempat-tempat harapan para kuntum dan kesuma Islam. Walaupun banyak orang menghinakannya.

K: Tapi sesuai dengan uraian Bapak, cara itupun tidak akan dapat membuat orang baik menjadi lebih banyak kan Pak?

S: Ananda benar. Ahlu sunnah itu akan tetap ghuraba (terasing) dan sedikit. Kita hanya berharap agar, walaupun jumlahnya sedikit, namun mereka akan ada di setiap penjuru desa. Berusaha untuk senantiasa konsisten dalam mempersiapkan jalan menuju kemenangan, sampai wasilah untuk menuju kemenangan itu datang. Adapun wasilah itu bisa saja datang dengan tiba-tiba. Pada saat wasilah itu datang, kita berharap mereka yang sedikit itu akan cukup mampu menjadi motor untuk membangunkan kaum muslimin yang sedang tertidur… terlena dengan kehidupan dunia….Bangun untuk menyambut datangnya sang wasilah…

K: Wasilah apa itu Pak?

S: Itulah jihad akhir zaman. Jihadul Akbar! dimana kaum muslimin akan berperang habis-habisan melawan Yahudi dan Nashrani.

K: Lalu, kenapa wasilah itu bisa datang dengan tiba-tiba?

S: Pada waktu perang Badr, Ummat Islam sangatlah sedikit. Mereka keluar dari kota Madinah bukan untuk berperang, persenjataan yang mereka bawa seadanya, hanya cukup untuk berjaga-jaga. Namun Allah menurunkan wasilah itu…..

K: Adakah kisah ini dari Rasulullah?

S: Rasulullah bersabda: “Akan tetap ada sebagian dari ummatku yang senantiasa menampakkan al-haq, apabila mendapatkan peghinaan, mereka tidak merasa gentar, dan mereka tetap konsisten seperti itu, sampai datang “keputusan” Allah kepada ….(au kama qolla Rasulullah).

K: Pak Sholeh, dengan alasan-alasan yang Bapak kemukakan, sekarang saya minimal bisa menghargai pendapat orang-orang yang berbeda dengan saya. Yaitu orang-orang yang tidak setuju dengan demokrasi. Karena ternyata mereka pun mempunyai alasan yang tidak gampang dibantah. Mereka itu berpendapat bukan tanpa ilmu. Walaupun hati ini belum merasa puas, karena masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

S: Syukurlah kalau Nak Khoirul memahaminya. Kita memang butuh tabayyun dengan orang yang berbeda pendapat. Akan lebih baik lagi, kalau Nak Khoirul langsung belajar dari kitab-kitab para ulamanya, tentu akan banyak didapati alasan-alsasan yang mempunyai sandaran Al- Qur’an dan Sunnah, daripada sekedar alasan dari saya yang dho’if.

K: Pak Sholeh, Bapak telah menjelaskan beberapa konsep demokrasi. Bapak telah menjelaskan beberapa sifat Partai Allah. Bapak pun telah menjelaskan bagaimana kedudukan partai politik di dalam lingkaran besar kaum muslimin. Namun Pak, kalau kita meninggalkan gelanggang politik, justru hal itu akan membuat parah kaum muslimin. Karena dengan demikian, kaum kafir akan masuk ke dalam parlemen. Mereka, bersama orang-orang Islam yang jahil, akan membuat undang-undang yang justru akan menyengsarakan kaum muslimin. Mereka akan lebih menindas kaum muslimin, akan mengganti dengan hukum-hukum thagut yang lebih mengerikan. Presiden dan gubernur akan dijabat oleh orang kafir. Apakah ummat Islam tidak berdosa secara fardu kifayah? Apakah kita akan tinggal diam saja?

Hening……...

Kali ini Pemuda Khoirul berargumen cukup panjang. Pak Sholeh yang tadinya meladeni pertanyaan-pertanyaan dia dengan lancar, kini tiba-tiba wajahnya perlahan-lahan tertunduk lesu. Tatapannya merunduk, memandang permukaan karpet mesjid yang sudah usang dimakan usia. Raut wajahnya menampakkan kesedihan….Nampak jelas usianya yang telah menginjak setengah baya. Bibirnya tertutup rapat. Jari telunjuknya memainkan butiran-butiran pasir di atas karpet. Memang, telah lama Beliau memahami betul konsep demokrasi yang banyak bertentangan dengan Islam. Dengan mudah sekali Beliau bisa menjelaskan bagaimana demokrasi itu bertentangan dengan Islam. Bahkan bertentangan dengan semua agama. Karena Hak Asasi Manusia kadangkala atau bahkan senantiasa berbenturan dengan Hak Asasi “Tuhan”, yang diatur dalam agama-agama. Namun kali ini Beliau dihadapkan dengan sebuah realita. Pertanyaan yang memaksa Beliau terdiam cukup lama. Terlihat sekali berat dan susahnya Beliau menjawab pertanyaan ini. Seakan-akan beliau sedang merasakan kehilangan seorang ayah atau seorang ibu. Terlihat ada kaca-kaca air di matanya. Kaca-kaca air itu semakin terlihat jelas menggumpal. Lalu….setetes air mata jatuh dari wajahnya yang masih tertunduk, beliau mengangkat wajah dan berkata lirih hampir tak terdengar:

S: Ananda, inilah puncak pertanyaan dari segala pertanyaan seputar demokrasi. Akan ananda rasakan, betapa tipis sekali batas jawabannya, kecuali bagi orang-orang yang memikirkannya dengan bashiroh dan kehati-hatian. Inilah dilema Ummat Islam yang saya namakan Dilema Simalaka.

K: Apa itu Simalakama?

S: Legenda tentang suatu jenis buah, yang apabila seseorang memakannya, maka bapaknya akan mati, kalau tidak dimakannya, maka ibunya yang akan mati. Suatu keputusan yang sulit dipenuhi.

K: Mengapa bisa begitu Pak Sholeh?

S: Karena Ummat Islam dihadapkan pada dua persoalan yang sangat bertolak belakang. Yang satu adalah masalah kemustahilan, yang kedua adalah masalah realita-realita.

K: Saya jadi tidak mengerti. Tolong Bapak jelaskan lebih rinci lagi.

S: Baiklah, tapi saya akan bertanya dulu kepada ananda. Tolong ananda jelaskan, apa yang ananda fahami tentang “kemenangan” yang dijanjikan Rasulullah di akhir zaman bagi Ummat Islam.

K: Mmmm…yaitu berdirinya sebuah Daulah Islamiyyah berbentuk kekhalifahan…mmmm dan terealisasinya Hukum Islam secara kaffah.

S: Cukup bagus. Kira-kira bagaimana hal itu bisa dicapai.

K: Mmm….Saya tidak tahu….mmm dengan diplomasi atau kompromi rasanya tidak mungkin…mmm mungkin dengan jihad kali Pak.

S: Baiklah. Coba ingat-ingat kembali prinsip demokrasi. Yaitu prinsip menghargai perbedaan pendapat, adanya kompromi dan negosiasi dengan orang kafir, kompromi dengan orang Islam yang tidak faham Islam, seperti para nasionalis, aktifis HAM, adanya sistem satu suara lawan satu suara, sementara jumlah orang yang benar itu kata Rasulullah cuma sedikit. Menurut ananda, apakah mungkin Daulah Islamiyyah dan Hukum Islam kaffah tadi akan dapat ditegakkan dengan cara ini?

K: Mmmm….rasanya koq tidak mungkin Pak…Kalaupun mungkin…rasanya akan sangat lama sekali Pak…karena di sana ada kompromi dan sikap menghargai pendapat orang lain…agama lain…aturan lain…

S: Nak Khairul, itulah yang saya maksud dengan “kemustahilan”.

K: Tapi kalau kita meninggalkan demokrasi, bisa-bisa presiden kita akan dijabat oleh orang non-muslim, hukum-hukum bisa diganti oleh mereka dengan yang merugikan Islam. Bukankah
begitu?

S: Ananda benar. Namun tetap saja, apakah hal itu akan membawa kepada “Kemenangan” seperti yang telah ananda definisikan tadi? Yaitu kemenangan hakiki, kemenangan yang kaffah?

K: Mustahil, karena di sana ada kompromi, ada toleransi.

S: Kalau mustahil, kenapa jalan itu tetap ditempuh?

K: Tapi, minimal kita telah berusaha untuk menyelamatkan kaum muslimin, walaupun saya tahu jalan itu tidak akan mencapai kemenangan yang hakiki kecuali dengan jihad.

S: Inilah salah satu “realita” yang saya maksud. Tadi ananda sebut-sebut tentang menyelamatkan kaum muslimin. Sekarang saya mau bertanya, siapa sebenarnya yang harus ananda selamatkan di antara kaum muslimin itu?.

K: Tentunya yang paling penting adalah saya sendiri. Kemudian keluarga saya serta kaum muslimin seluruhnya. Kira-kira begitulah kalau saya urutkan menurut skala prioritas.

S: Baiklah. Lalu, apa sih sebenarnya yang harus anda selamatkan dari diri ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin tadi.

K: Agar tidak jatuh pada kesyirikan baik besar maupun kecil. Itu yang paling utama, karena itulah inti dakwah para Nabi. Hal itu menjadi yang paling utama, karena itu adalah masalah surga dan neraka. Allah telah berfirman: “Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”.

S: Baiklah. Setelah masalah syrik, kira-kira prioritas apalagi yang harus ananda selamatkan dari diri ananda, keluarga ananda dan kaum muslimin?

K: Kalau masalah surga dan neraka sudah terselamatkan, maka saya akan berusaha agar ibadah saya, keluarga saya dan kaum muslimin diterima oleh Allah. Adapun kuncinya cuma ada dua, yaitu ikhlash dan ittiba’ dengan menyempurnakan seluruh ibadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

S: Baiklah. Tadi saya telah jelaskan sebuah “realita” yang sedang dihadapi oleh Ummat Islam, yaitu bahwa Ummat Islam terpaksa harus memilih sistem demokrasi. Sekarang ananda akan saya bawa kepada realita yang kedua.

K: Realita apa itu Pak?

S: Ananda telah katakan bahwa prioritas utama dalam menyelamatkan ananda sendiri, keluarga dan kaum muslimin seluruhnya adalah dengan menjauhkan syirik. Kira-kira langkah apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan hal itu kepada ummat, yang mereka itu suka tahayyul, penuh dengan khurofat, suka berkunjung ke makam-makam keramat untuk berdoa, jimat, jampi-jampi, perdukunan, mistik, dsb?

K: Tentu saya akan menyampaikannya di manapun kesempatan itu datang pada saya, insya Allah.

S: Apabila kesempatan itu ada di depan parlemen, anggap saja ananda memilih jalan itu, apakah ananda juga akan menyampaikannya? Mengusulkan kepada parlemen agar segera membuat aturan untuk melarang tour/ziarah ke kuburan-kuburan dan menutup pintu-pintu kemusyrikan?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah. Nampaknya ada yang sedang ananda pertimbangkan kalau ananda harus menyampaikan hal itu di depan parlemen. Kalau begitu, bagaimana kalau kita turun ke jalan saja berdemonstrasi?

K: Mmmmm…..Rasanya juga tidak mungkin Pak, karena hal itu justru akan memecah-belah kaum muslimin dan membenci partai saya.

S: Kalau begitu ananda tidak konsisten. Bukankah tadi ananda katakan bahwa hal itu merupakan masalah surga dan neraka bagi ummat? Masalah yang menjadi prioritas pertama yang harus ananda selamatkan dari ummat? Dimanakah konsistensi ananda?

K: Bapak benar.

S: Selanjutnya ananda katakan bahwa prioritas yang kedua yang harus diselamatkan dari ummat adalah ibadah yang diterima oleh Allah dengan dua kuncinya yaitu ikhlash dan ittiba’. Ananda sudah tahu bahwa Ummat Islam ini telah berpecah belah dan banyak penyimpangan dalam peribadahan mereka. Ada yang sholat di kuburan, ada yang tahlilan, ada yang tidak perlu sholat kalau sudah sampai derajat tertentu (tarikat), ada yang menghalalkan musik padahal dalam hadits Bukhari jelas-jelas Rasulullah mengharamkan alat-alat musik, ada yang memotong ayam lalu mengelilingkan darahnya pada rumah yang baru di bangun, istighosah dan doa bersama dengan kaum kafir, ikut perayaan natalan, wanita karir, dsb. Kira-kira jalan apa yang akan ananda tempuh untuk menyampaikan prioritas kedua ini kepada kaum muslimin?

K: Mmmm….saya rasa hal-hal itu pun tidak mungkin bisa disampaikan melalui parlemen atau demonstrasi, karena tentunya akan memecah-belah ummat dan membenci partai saya. Lagi pula itu kan masalah khilafiyyah.

S: Mengapa khilafiyyah?

K: Karena sebagian besar Ummat Islam Indonesia kan menganut madzhab Syafi’i, sehingga bisa saja berbeda dengan madzhab lain.

S: Ananda tidak perlu menyampaikan madzhab lain. Ananda cukup meluruskan pemahaman mereka tentang madzhab Syafi’i yang mereka anut itu. Yaitu bahwa Imam Syafi’i mengharamkan segala jenis jimat, jampe, berdoa di kuburan-kuburan, mengunjungi masjid-masjid yang ada kuburannya. Beliau tidak mengenal tahlilan. Beliau tidak mengenal sistem tarikat. Beliau melarang berdoa atau istighosah bersama orang kafir, merayakan perayaan keagaaman mereka. Beliau mengharamkan musik, menyuruh wanita tinggal di rumah dsb.

K: Mmmmm……

S: Baiklah. Kalau begitu, kapan dan dimana ananda merasa lebih nyaman untuk menyampaikan masalah-masalah itu kepada ummat?

K: Mungkin di masjid-masjid, masjlis ta’lim, madrasah, pesantren…

S: Justru tempat itulah yang dihinakan oleh orang-orang yang mengagungkan dakwah lewat parlemen. Seolah-oleh parlemen adalah tempat yang mulia untuk berdakwah. Mereka menghinakan orang yang dakwah dari masjid ke masjid, seolah melupakan permasalahan ummat….Padahal siapa sebenarnya yang melupakan atau pura-pura lupa akan “permasalahan terpenting” ummat?

K: Mmmmm…..

S: Baiklah, bagaimana kalau ananda meyampaikannya di dalam kampanye sewaktu berkunjung ke daerah-daerah?

K: Maksud Bapak menyampaikan masalah syirik dan penyimpangan ibadah dalam kampanye?

S: Ya. Karena kata ananda itu adalah prioritas pertama dan kedua.

K: Tentu baru beberapa menit mereka akan lari Pak.

S: Kalau begitu, materi apa yang akan ananda sampaikan dalam kesempatan kampanye itu?

K: Tentang program kristenisasi, tentang ketidakadilan, tentang korupsi, tentang pornografi, tentang harga-harga yang naik terus, tentang pengangguran, dan masih banyak lagi.

S: Ananda sungguh sangat tidak konsisten.

K: Kenapa begitu Pak?

S: Karena tadi ananda mengatakan bahwa prioritas dakwah yang harus disampaikan kepada ummat adalah syririk, kemudian yang kedua adalah cara beribadah yang benar.

K: Dalam berkampanye kan kita harus terlebih dahulu menyentil ummat dengan masalah-masalah seputar mereka agar mereka setuju dengan kita lalu menyerahkan suaranya kepada kita. Sehingga nantinya kita bisa membela mereka di hadapan parlemen.

S: Apa yang akan ananda bela di hadapan parlemen? Apakah ananda akan meminta parlemen untuk mengampuni kesyirikan mereka, penyimpangan ibadah mereka?

K: Mengenai masalah tauhid/syirik dan penyimpangan ibadah, walaupun itu menjadi prioritas dakwah, tapi masih bisa disampaikan oleh rekan-rekan dari devisi dakwah pada kesempatan yang lain.

S: Sebenarnya pada poin ini ananda sudah tidak konsisten terhadap prinsip-prinsip ananda sendiri. Tapi baiklah, kalau seandainya itu merupakan tanggungjawab dari devisi dakwah. Akan tetapi, devisi dakwah partai manakah yang dengan lantang menyerukan pemberantasan kesyirikan dan penyimpangan ibadah? Partai Islam manakah yang berani menentang masuknya paham syi’ah ke Indonesia? Hampir semua devisi dakwah mengatakan bahwa kita harus bertoleransi demi menjaga keutuhan ummat. Apakah mereka berusaha menutup mata ketika ahlu sunnah dibantai di negara yang mayoritas syi’ah, ulamanya dipenjara dan disiksa? Apa sikap ananda terhadap mereka? Padahal mereka itu senantiasa menghujat para shahabat Nabi?
Bagaimana kalau banyak kaum muda yang tertarik masuk syi’ah? Sungguh ananda tidak sedang berusaha membela agama ananda, tidak sedang berupaya memurnikan Islam. Ananda tidak sedang menyelamatkan ummat ini, apa sebenarnya yang sedang ananda selamatkan?

K: Mmmm…..

S: Baiklah, katakanlah ternyata ada devisi dakwah sebuah partai yang berani berkata seperti itu, walaupun saya belum melihatnya di Indonesia saat ini. Lalu, manakah yang lebih baik, berdakwah dengan membawa-bawa nama partai, berbaju dengan baju partai, atau berdakwah dengan tidak mengatasnamakan kelompok tertentu. Kira-kira manakah dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia? dan lebih dicintai Allah? Ananda, justru tanggungjawab ada di pundak ananda sebagai juru dakwah. Saat kampanye, adalah saat ananda pertama kali berjumpa dengan kaum muslimin dan mungkin tidak akan pernah lagi ananda berjumpa dengan mereka. Mengapa ananda tidak berusaha menyelamatkan mereka dengan hal-hal yang pokok? Padahal masalah sesungguhnya yang hakiki yang sedang menyelimuti mereka adalah sesuatu yang akan mejerumuskan mereka ke dalam neraka? Yaitu syirik dan penyimpangan ibadah. Adakah masalah yang lebih besar dari itu sehingga ananda mengesampingkannya? Inilah yang saya maksud dengan realita yang kedua.

K: Pak Sholeh, apa yang akan Bapak nasehatkan untuk diri saya?

S: Ananda, demokrasi adalah sesuatu yang dharuri. Begitu (bahkan) kata sebagian ulama yang membolehkan demokrasi. Namun herannya ada diantara kaum muslimin yang bangga dengan julukan pejuang-pejuang demokrasi. Padahal, apabila kita melihat prinsip-prinsip demokrasi, maka semakin suatu negara menuju kepada kesempurnaan demokrasi, maka setiap orang akan semakin bebas untuk mengeluarkan ide dan pendapatnya. Ananda, sekarang ananda tinggal memilih salah satu dari dua jalan. Ada jalan demokrasi dan ada jalan dakwah nubuwwah. Namun keduanya bagaikan keping mata uang yang saling berseberangan. Yang satu penuh toleransi dan ada padanya pengorbanan akidah, yang satunya penuh ketegasan dan lebih dekat kepada terselamatkannya akidah. Tentu pada kedua jalan itu ada kesempatan kita untuk beribadah dan berjuang secara maksimal. Pada keduanya juga ada manfaat bagi kaum muslimin, tergantung jenis manfaat apa yang akan diperjuangkan. Gunakanlah bashiroh serta hikmah yang mendalam. Ananda bebas memilih salah satu dari kedua jalan itu. Pilihlah jalan yang dapat menyelamatkan ananda sendiri dan kaum muslimin dari adzab neraka, serta bermanfaat bagi Agama Islam dengan membela “kemurniannya.” Juga nasehat saya, takutlah untuk tidak melanggar/mengorbankan hukum-hukum Allah dalam memperjuangkan kebenaran tersebut. Apapun yang menjadi keputusan ananda, maka hal itu tidak boleh menyebabkan perpecahan dengan orang yang berseberangan dengan ananda. Apalagi tentunya kalau ananda memilih jalan demokrasi, ananda tentu akan lebih bisa menghargai pendapat orang lain. Persatuan tetap merupakan perintah dari Allah. Berta’awuun untuk amar ma’ruf nahi mungkar bersama setiap orang Islam tetap merupakan perintah Allah.

Tak terasa waktu sudah mendekati adzan maghrib. Kebetulan terlihat Pak Ahmad (ketua salah satu partai Islam) datang ke mesjid untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib. Mereka berdua segera menghampirinya. Pemuda Khoriul membuka percakapan:

K: Assalamu’alaikum Pak Ahmad?

Pak Ahmad (A): Wa’alaikumussalam, eh Nak Khoirul dan Pak Sholeh. Apa kabar nih?

K: Alhamdulillah kami berdua baik-baik saja. Maaf kami sengaja menghampiri Bapak untuk menyampaikan sesuatu.

A: Ah, kok terasa formal sekali. Apa yang akan ananda sampaikan Nak Khoirul. Jangan membuat Bapak kaget ya!

K: Tidak Pak. Kami cuma ingin menyampaikan bahwa dalam menghadapi Program kristenisasi “Jusuf 2004” ini, saya dan Pak Sholeh siap menyampaikan masalah ini di masjid-masjid, masjlis ta’lim, pesantren-pesantren yang biasa kami dakwah di dalamnya.

A: Masya Allah….Masya Allah….Bapak sangat bersyukur sekali Nak Khoirul. Ini merupakan suatu nikmat yang paling berharga yang Bapak peroleh hari ini. Mudah-mudahan keinginan ananda dan Pak Sholeh diridhoi Allah. Teman-teman di partai pasti akan sangat senang sekali mendengarnya. Oya, apakah ini berarti Nak Khoirul dan Pak Sholeh akan bergabung dengan partai kami, memakai baju kami?

Pemuda Khoirul tidak menjawab. Kedua matanya beradu tatapan dengan Pak Sholeh. Saling memandang dan terdiam bisu. Dia tidak bisa menjawab.Teringat semua argumentasi Pak Sholeh tentang demokrasi. Tentang bagaimana prinsip bebas berpendapat, menghargai pendapat, yang justru akan memberikan kesempatan bagi orang jahat untuk menghalangi kebenaran dengan mengatasnamakan HAM, tentang bagaimana setiap partai harus mendulang suara, padahal jumlah orang baik di akhir zaman itu hanya sedikit. Teringat kembali betapa akan banyak pencampuran antara yang hak dan yang batil. Teringat kembali akan sifat-sifat hizbullah (partai Allah), yang diantaranya adalah keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang dengan sesama muslim. Teringat akan adanya kemustahilan dalam pencapaian kemenangan melalui kompromi dan toleransi. Teringat bagaimana kemenangan hakiki itu bisa dipetik hanya dengan jihad, bukan dengan kompromi atau toleransi. Teringat akan adanya realita-realita. Teringat akan kaum muslimin yang sedang berkubang dalam lumpur syirik dan penyimpangan ibadah. Teringat bagaimana demokrasi akan menghambat penyampaian kebenaran dengan alasan persatuan ummat. Teringat akan persatuan ummat secara jasadi warruhi. Teringat akan wasiat Rasulullah kepada orang-orang yang hidup di akhir zaman untuk ruju’ (kembali) kepada Kitabullah, Sunnah Rasul dan Ijma para shahabat. Teringat akan makna “kembali”, yaitu dengan menyampaikan pendidikan kepada ummat (tarbiyyah) dan memurnikan agama Islam (tashfiyyah). Adzan Maghrib nyaring berkumandang. Pemuda Khoirul belum juga menjawab pertanyaan Pak Ahmad. Dirasakannya betul bagaimana reaksi Pak Ahmad kalau dia harus mengatakan “tidak!”. Tentu akan panjang sekali penjelasan yang harus disampaikan, akan sulit sekali difahami, dikaji dan diputuskan, akan ada kembali sebuah diskusi yang panjang dan melelahkan, diskusi tentang sebuah dilema bagi ummat Islam. Dilema yang seolah di dalamnya ada kebaikan namun ada juga keburukan yang ganas. Dilema yang menjadi perdebatan kaum muslimin di akhir zaman. Dilema yang terkadang menjadikan perdebatan menjurus kepada tidak saling menghargai pendapat. Itulah sebuah dilema yang butuh kehati-hatian dan bashiroh yang mendalam dalam memahaminya. Dilema yang butuh hikmah dalam menjawabanya. Dilema Simalakama !

Dhahran-Saudi Arabia, Ahad 22 Sha’baan 1424 H.

Kamis, 06 Agustus 2009

Einstein's Neighbours Riddles

Neighbors - Back to the Einstein's Riddles

This quiz was probably made up by Albert Einstein and according to him 98% will not solve it. There is a row of five houses, each having a different color. In these houses live five people of various nationalities. Each of them nurtures a different beast, likes different drinks and smokes different brand of cigars.

1. The Brit lives in the Red house.

2. The Swede keeps dogs as pets.

3. The Dane drinks tea.

4. The Green house is on the left of the White house.

5. The owner of the Green house drinks coffee.

6. The person who smokes Pall Mall rears birds.

7. The owner of the Yellow house smokes Dunhill.

8. The man living in the center house drinks milk.

9. The Norwegian lives in the first house.

10. The man who smokes Blends lives next to the one who keeps cats.

11. The man who keeps horses lives next to the man who smokes Dunhill.

12. The man who smokes Blue Master drinks beer.

13. The German smokes Prince.

14. The Norwegian lives next to the Blue house.

15. The man who smokes Blends has a neighbor who drinks water.

Which of the five house owners keeps fish as a pet? (are you one of the 2%).

Minggu, 02 Agustus 2009

Akhwat Genit dan Dakwah Abal-abal

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Lihat aja kerjaan mereka rapat sampe pulang larut malam, berjuang demi dakwah tapi menelantarkan Iffah (harga diri) mereka.

Akhwat yang Genit itu…
Tuh lihat saja si fulana berteriak tentang dakwah, menggunakan hijab ketika sedang syuro dengan ikhwan, tapi dibelakang masih suka aja ngirim sms tausyiah ke ikhwan…
cie ile..maksudnya sih nasehat… nasehat apa nasehat tuh Ukh…

Akhwat genit itu…
Yang satu ini lebih parah lagi, saking begitu perduli sama palestina… Nonton nasyid Palestina sampai jingkrak jingkrakan nggak karuan… nggak moshing aja sekalian ukh! biar manteb.. biar METAAAL sekaliaaan! CADAAAAAAS!

Akhwat genit itu…
Wedew… lihat aja tuh akhwat yang jilbabnya panjang buangetttt.. tapi kenapa ya..? kalau habis nonton nasyid terus pada lari histeris, ngantri sama munsyid yang udah jadi thagut… minta tanda tanganlah! Minta foto barenglah!… payah dagh!

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Nggak kalah parahnya sama yang lain, retorika dakwahnya sih bagus, eh… pas nikah kerjaannya khawatir melulu, ngak mau sabar nemenin perjuangan suaminya… Akhirnya futurlah si suami yang dulu waktu di kampus asooooy berat semangat dakwahnya. Sekarang udah sibuk NYARI DUIT lantaran ‘TANGGUNG JAWAB’ keluarga…nuntuuuuut terus!

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Kalau umur 20 tahunan akhwat-akhwat ini memang pada jual mahal kalau ada ikhwan yang khitbah, ntar pas umur 25 tahun pada cari yang ideal… ntar kalau ngak dapat-dapat sampai umur 30.. SIAPA AJA DAH! nah tahu rasa lu…sok ideal sih!

Akhwat dengan dakwah abal-abalnya…
Katanya aktivis dakwah..? katanya teguh menegakkan tauhid..? tapi kok kamu marah ya ukh waktu Aa Gym Poligami..? kenapa oh kenapa..?

Akhwat genit itu…
Tuh lihat aja si fulana, kalau ketemu ikhwan yang pendek kecil dan tidak menarik itu pasti JAGA PANDANGAN, busyet dagh pas ketemu ikhwan tinggi putih dan lagi nyelesain S2 itu… bukan cuma mata yang jelalatan tapi hatinya luntur sama thagut perasaan…payah dagh…

Akhwat genit itu…
Cie ile… peduli banget ukh sama ikhwan… eh ngapain berlagak minta pendapat sama ikhwan tentang diri ukhti, minta pendapat apa cuma ingin diperhatiin aza sama ikhwan… hayo ngaku…ngaku…ngaku…?

Akhwat genit itu…
Percaya nggak… si fulana itu depan ikhwan doang sok alim, di kos-kosan sih tetap aja telpon – telponan sama oknum tertentu… ku tunggu kau di batas waktu katanya… hehehe.. gubraks.!
source: by Muhammad Saiful Amri on Jul.12, 2009, under Sastra
http://mafahimcenter.info

Sabtu, 11 Juli 2009

MASA DEPAN BANGSA YANG KUIMPIKAN

Sebuah Esai dalam Rangka Lomba Penulisan Esai Nasional II Tahun 2007 dengan Tema
Optimisme Anak Bangsa


Pertengahan bulan Mei 2005 yang lalu, saya didaulat menjadi wisudawati di sebuah madrasah aliyah sekaligus pesantren. Sebagai seorang yang sudah cukup lama tinggal di lingkungan pesantren, melihat kondisi remaja luar saat ini membuat hati saya begitu miris.
Keadaan ini terus berlanjut hingga saya memasuki bangku perkuliahan. Meskipun kampus saya itu adalah kampus berbasis agama, namun cara berpakaian, berbicara, dan bergaul mahasiswanya bisa dibilang kurang islami. Tak jarang saya menemukan teman-teman sekosma pergi berkeliling kota Surabaya dengan berboncengan. Dalam banyak kesempatan, saya juga sering melihat teman laki-laki dan perempuan berjabat tangan, duduk berdekatan, bahkan saling menyentuh tubuh pasangannya. Astaghfirullah.
Keprihatinan saya semakin bertambah, ketika saya mengetahui bahwa kantin lebih diminati untuk dikunjungi mahasiswa daripada perpustakaan danUKM. (Unit Kegiatan Mahasiswa). Tak ayal lagi UKM-UKM sepi kegiatan. Perpustakaan menjadi ramai hanya pada waktu musim tugas tiba. Nasib yang sama juga dialami organisasi-organisasi ekstra kampus, semacam HMI, PMII, HTI, IMM, KAMMI, PKS, GEMA, dan lain sebagainya. Kajian-kajian mereka hanya diminati segelintir orang. Itupun kemungkinan besar adalah anggota dari organisasi ekstra tersebut.
Memang tak semua mahasiswa bertindak demikian. Ada beberapa mahasiswa yang aktif berorganisasi. Umumnya mereka membentuk klub-klub diskusi kecil di masjid, di kantin, maupun di bawah pohon rindang. Beberapa mahasiswa lain juga ada yang mencoba memanfaatkan waktu dengan bekerja, seperti mangajar TPQ, membuka kursus, berbinis, hingga bekerja sebagai pegawai pabrik. Namun, bila kita mencoba mengkalkulasinya kita hanya menemukan nominal komunitas mahasiswa nomor dua ini tidak lebih banyak daripada komunitas mahasiswa nomor pertama. Ironis memang.
Fenomena seperti di atas membuat saya bertanya-tanya, apakah pendidikan saat ini hanya digunakan sebagai syarat legitimasi atas suatu sistem? Hanya sebagai formalitas dan bentuk pencarian justifikasi status seseorangkah? Apakah pihak akademik juga memikirkan hal itu? Apakah kademika juga memikirkan hal itu? apakah sebagai iron stock, agent of change, dan agent of control mahasiswa tidak lagi memikirkan nasib bangsa yang selama beberapa dekade terakhir tengah diliputi problematika yang sangat berat?
Padahal seperti yang kita ketahui bersama, bahwa dilema ini sangtlah kompleks, merata di setiap bidang yang sangat urgen dan vital, mulai dari masalah politik, ekonomi, moral, pendidikan, hingga pada sistem hukum. Tidak bisa dipilah-pilah lagi. Atau bila diibaratkan, maka kondisi bangsa Indonesia kita saat ini sedang berada di mulut jurang atau seseorang yang sedang menderita penyakit komplikasi akut. Pun demikian, tak ada kata terlambat untuk mencoba menjadi yang lebih baik. Tak ada kata terlambat untuk berfikir dan melangkah maju meninggalkan bibir jurang. Tak ada kata terlambat untuk berobat bagi yang sedang terserang penyakit komplikasi akut. Bukankah tak ada yang tak mungkin di dunia yang kebenarannya tak satupun absolut ini?
Hingga pada akhirnya saya menemukan sosok itu pada bulan November 2006 yang bertepatan dengan bulan Syawal 1427 H. Saya masih ingat dengan jelas, saya mendengar namanya, mendapati kisah-kisah kesolehan dan kepandaiannya dari ibu saya semenjak dua bulan sebelum pertemuan pertama kami itu. Dia begitu memukau di mata saya. Karena menurut cerita ibu, sebelum menjadi sosok ikhwan seperti sekarang ini, dia harus melewati fase-fase yang lumayan buram. Mulai dari keluarga yang kurang harmonis, pendidikan yang biasa-biasa saja, teman-teman sekampus yang meskipun takmir masjid, tapi juga bermain-main ke Dolly Surabaya, dan lain sebagainya.
Semenjak mengenal pribadi yang satu ini, saya jadi kembali bersemangat untuk mendalami ilmu-ilmu agama yang ternyata begitu banyak yang belum saya ketahui. Saya juga akhirnya tersadar bahwa masih banyak orang-orang muda yang baik di sekitar saya. Orang-orang muda yang memiliki semangat untuk menjadikan dirinya dan orang lain menjadi yang lebih baik setiap detiknya. Orang-orang muda yang begitu perhatian dengan nasib bangsa yang semakin rawan ini.
Mereka mengapresiasikan rasa prihatin bukan pada hal-hal yang besar, melainkan memulainya dengan hal-hal kecil, namun insyaallah berefek besar. Sebagai contoh, ikhwan yang saya ceritakan ini menyisihkan sebagian gajinya mengajar sebagai beasiswa untuk beberapa muridnya, membangun perpustakaan mini di rumahnya untuk umum, senantiasa memanfaatkan waktu dengan belajar dan bekerja, serta melaksanakan kewajiban berdakwah di sela-sela aktivitasnya yang hampir tidak ada waktu yang tak dimanfaatkannya.
Dari cerita di atas tersirat bahwa di samping generasi yang notabene adalah tonggak sejarah bangsa ke depannya, yang masih suka acuh dengan peran besarnya tersebut, ada banyak pula generasi yang siap lahir batin untuk memperbaiki kondisi bangsa.
Persoalan tak berhenti di sini. Kasus-kasus di atas hanya segelintir dari kasus-kasus yang menimpa generasi muda kita, yang dalam hal ini terwakili oleh mahasiswa. Itu berarti masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan.
Kita tak mungkin berdiam diri melihat banyak anak kecil yang sudah pandai mengucapkan I love you ketimbang melafalkan surat-surat pendek bukan? Kita juga tak mungkin menyalahkan acara-acara TV yang kerap didominasi oleh sinetron-sinetron remaja yang kurang rasional, terkesan materialis dan kapitalis itu seratus persen hanya karena kekurang intensifan kita dalam mengontrol anak maupun adik kita kan?
Revolusi Teknologi dengan meningkatkan control kita pada materi, ruang, dan waktu menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir, dan sistem rujukan. Menurut Prof. Dr. Abuddin Nata, dalam menyikapi revolusi teknologi ini ada tiga kelompok yang berbeda, yaitu kelompok yang pesimis, optimis, dan pertengahan.
Bagi kelompok yang pesimis, memandang kemajuan di bidang teknologi akan memberikan dampak negatif, karena hanya akan memberikan kesempatan dan peluang kepada orang-orang yang dapat bersaing saja, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan, ekonomi, kesempatan, kecerdasan, dan lain-lain. Menurut mereka, orang-orang yang dapat bersaing itu akan semakin mudah berbuat curang kepada yang di bawahnya dalam bentuk yang lebih canggih.
Sementara itu, bagi kelompok yang optimis kehadiran revolusi teknologi justru menguntungkan, seperti yang diperlihatkan Zianuddin Sardar. Menurutnya, revolusi informasi yang kini sedang dijajahkan adalah suatu rahmat besar bagi umat manusia. Dia menemukan dalam jurnal-jurnal akademis menyebutkan bahwa revolusi informasi akan menimbulkan desentralisasi yang nantinya melahirkan suatu masyarakat yang lebih demokratis.
Dalam kaitan ini, menarik sekali apa yang dikatakan sosiolog Prancis, Jacgues Ellet, yang mengatakan bahwa semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni dari satu sisi memberi nilai tambah, tapi pada sisi yang lain dapat mengurangi., yang keduanya tidak dapat dipisahkan sekaligus tidak terduga.
Uraian di atas mengajarkan kita, umat Islam, yang selalu diajarkan bersikap adil terhadap berbagai masalah, tampaknya sikap pertengahan yang perlu diambil, yaitu dari satu sisi tidak menafikan sains dan di sisi lain berusaha menjaga agar iptek tidak disalahgunakan (yaitu dengan etika). Karena dengan iptek itu, kegiatan dakwah dan jihad kita terealisasi lebih efektif dan efisien.
Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa sekarang di seluruh dunia timbul kesadaran betapa pentingnya memperhatikan etika dalam pengembangan sains. Pernyataan ini seakan-akan menjadi sindiran bagi kaum birokrat maupun kaum intelektual kita. Dimana dengan kepandaian dan kekuasaan yang mereka miliki, terkadang karunia Allah itu malah menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Tak ayal, gelar koruptor dan penghianat intelektual pun disandarkan pada mereka. Apabila orang-orang yang harusnya menjadi teladan, malah berbuat yang memalukan, maka jangan disalahkan jika generasi mendatangnya bercermin dari sejarah kelam mereka.
Benar kata orang bijak bahwa bila kita ingin merusak suatu bangsa maka rusaklah moralnya, terutama moral kaum mudanya. Karena generasi muda itulah yang akan membawa arah bangsa selanjutnya.
Atas dasar inilah, dengan kesadaran penuh untuk menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan dengan segenap potensi yang kita miliki, seyogyanyalah kita bersatu membangun Indonesia yang lebih cerah. Maksimalisasi potensi yang tersedia tersebut diharapkan bisa menjadi tolak ukur upaya intensif untuk memperoleh predikat standart ideal, sekaligus menghapus kesan Indonesia yang buram dan suram akibat bencana yang kian kerap melanda negeri kita, kemisknan yang merata di setiap penjuru negeri, busung lapar yang menggerogoti anak negeri, buta huruf yang ternyata masih tersisa, tindakan-tindakan sparatis anarkis yang menghantui, biaya pelayanan kesehatan masyarakat yang masih sulit dijangkau, dekadensi moral dan lain sebagainya. Permasalahan hidup yang sejak beberapa dekade terakhir sudah bertambah gawat tersebut, jangan membuat kita semakin posesif apalagi apatis, tapi hendaknya dijadikan sebagai perangsang tumbuh kembangnya rasa optimis di kalangan anak bangsa.
Meminjam istilah yang biasa dipakai oleh teman-teman aktifis kita, Indonesia saat ini seperti raksasa yang sedang tertidur pulas. Artinya, kita punya potensi yang besar, tetapi masih belum sadar dengan potensi tersebut maupun bahaya yang mengancamnya. Dan keniscayaan-keniscayaan di atas akan menjadi sesuatu yang riil manakala para pemain bangsa ini menjalankan peranannya dengan sebaik-baiknya. Politikus menjalankan sistem politik yang sehat dan ramah, ekonom bersikap sportif dan bersih dalam menghidupkan ekonomi bangsa, budayawan dan kaum intelek malu menjadi penghianat intelektual, agamawan tak segan dan enggan untuk mengontrol masyarakat, para generasi muda tak mudah mengambil idiologi-idiologi dan budaya asing yang kurang sesuai dengan ideologi dan budaya sendiri, melainkan lebih gemar berkompetensi, berkreasi dan berprestasi. Sesungguhnya tak lain dan tak bukan, pemegang tongkat estafet nasib negeri ini selanjutnya ialah…….kita, generasi muda.
Demikianlah masa depan bangsa yang kuimpikan. Terlalu singkat dan sederhana mungkin untuk menggambarkan nasib bangsa Indonesia saat ini dan masa mendatang. Namun sebagai gadis cilik yang bertempat tinggal, hidup di tengah-tengah beberapa elemen, keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan, saya merasa terpanggil dalam keikutsertaan pertanggungjawaban untuk memberi pencerahan bagi bangsa ini sesuai dengan cita-cita agama, bangsa, dan negara. Ya…meskipun hanya dari sedikit goresan ini. Karena, menyadari posisi ke-diri-an untuk mengemban amanat yang dipikulkan menjadi suatu keniscayaan yang tentu menuntut pengorbanan. No Honor Without Poin. Barangkali pepatah itu cocok bagi mereka yang berjuang mengorbankan segala energi dan waktu untuk menciptakan perubahan yang gemilang.

MASA DEPAN BANGSA YANG KUIMPIKAN

Esai dalam Rangka Lomba Penulisan Esai Nasional II Tahun 2007 dengan Tema
Optimisme Anak Bangsa









Oleh :
Zahra al Habsy

NAFSU DAN SYAITHAN DALAM PERSPEKTIF QURAISY SYIHAB

“ Sesungguhnya Syaithan adalah musuh yang nyata bagimu”
“Jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu”

Kita sering mengatakan bahwa nafsu adalah syaithan. Benarkah demikian?
Hari ini (16/09/08) dalam salah satu tayangan TV swasta, Qurays Shihab mengatakan bahwa nafsu nampak jelas pada anak kecil yang menginginkan mobil-mobilan. Dia akan meraung-raung terus sampai ibunya membelikan mainan itu. Ketika ibunya menawari uang sebagi gantinya, ia tidak mau. Saat ibunya memberikan mainan lain yang lebih bagus dan mahal, iapun tidak mau.
Nafsu bersifat tegas dan konsisten. Sedangkan syaithan tidak tegas dan konsisiten, ia bisa maju dan mundur. Yang terpenting bagi syaithan adalah bagaimana manusia tidak untung Meski tidak rugi. Karenanaya benar sekali saat al Quran mengatakan bahwa Syaithan membujuk kita dengan jalan yang sangat halus dan nampak indah. Contohnya adalah saat syaithan menyuruh A syirik maka A menolak dengan alasan dosa terbesar yang tidak ada ampunannya, lalu Iblis menawari membunuh yang dosamya masih terampuni, A tetap menolak karena itu termasuk dosa besar, Syaitahn kembali menawarkan zina sebagi alternative, tetapi A tetap menolak. Seakan tak pernah kehabisan akal, Syaithan terus membujuk A dengan mengatakan bahwa bersentuhan, memandang, adalah dosa ringan. Begitulah. Maka, berhati-hatilah terhadap tipu daya syaithan. Kenalilah karakter syaithan.

BUKU PANDUAN

Diklat Jurnalistik Dasar Dan Rekrutmen Kru Baru
“REKONSTRUKSI KEBEBASAN PERS DALAM BINGKAI KEKINIAN”
Lembaga Pers Mahasiswa Forma Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya
2006


A. Pendahuluan
Sebagai salah satu pilar negara, pers punya peran yang lain dari pilar yang lain. Pers dengan fungsi utamanya sebagai pemberi informasi sangat di butuhkan di negara penganut sistem demokrasi ini. Ketika pemilihan presiden dan wakilny di lakukan secara langsung untuk pertama kalinya pada 5 April 2004 yang merupakan pemilu ke-9 dalam sejarah Republik Indonesia, fungsi pers sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya sangat penting dan di perlukan. Baik pers cetak seperti koran, atau elektronik seperti televisi dan radio.
Dengan informasi yang benar, khalayak akan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya, masyaraakt dan bangsanya. Dan tujuan itu tidak akan tercapai jika pers tidak di beri kebebasan dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi informasi yang harus seobjektif mungkin.
Namun bagaimana sebenarnya kebebasan pers tampaknya belum jelas hingga hari ini, sehingga tidak banyak di pahami oleh khalayak bahkan tidak jarang oleh pekerja pers itu sendiri. Salah satu bukti yang masih hangat adalha di demonya majalah Denmark yang memuat karikatur Nabi Muhammad oleh umat Islam di seluruh belahan dunia. Padahal merek amengatakan bahwa itu adalah bagian dari kebebasan pers.
Sebagaimana di kemukakan oleh Mitchel V Charnley, kebebasan pers itu bukan berarti; “Government, keep your hands-off”-(hai pemerintah jangan ikut campur!)-. Tetapi artinya adalah; “keep your hands off so that media may help the people to preserve the democratic system”-(jangan ikut campur sehingga media dapat membantu rakyat memelihara sistem demokrasi)-. Menurutnya demokrasi adalah sarana bukan tujuan; pelindungnya adalah publik bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-undang dan aparat penegak.
Berita yang di informasikan oleh pers, sering juga di anggap melebih-lebihkan dan sesuaikenyataan. Sebagimana di katakan oleh para pejabat pemerintah yang mengatakan bahwa media melebih-lebihkan adanya bencana kelaparan di Yahukimo Desember tahun lalu.
Lalu, sampai batas mana sebenarnya pers punya kebebasan. Jika semua kejadian, peristiwa dan realita yang di informasikan di anggap melecehkan, mencemarkan nama baik dan melebih-lebihkan.
Karenaya kita sebagai kelompok masyarakat yang berpendidikan punya tugas berat. Untuk memperjuangkan kebebasan pers yang tegas dan terjamin. Supaya tidak ada lagi pekerja pers yang di tangkap, di sandra dan di aniaya saat menjalankan tugasnya.
Sebagai pers mahasiswa yang punya idealisme tinggi, kita wajib mewujudkan mimpi itu. Dan mimpi itu tidak akan terwujud tanpa kerja sama dan keterlibatan semua pihak termasuk Anda. Mulailah mewujudkan mimpi itu dengan bergabung bersama kami hari ini. Kita wujudkan mimpi itu bersama-sama.



B. Materi –materi diklat Jurnalistik Dasar

1. Pengetahuan tentang Pers dan Jurnalistik
Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris press yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tidak. Pada awal kemuculannya media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring percepatan teknologi informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul media elektronik: audio, audio-visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan berita ataupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan, penulisan yang hasilnya disiarkan pada publik/khalayak pembaca melalui media/pers: cetak, audio, audio-visual. Dalam kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang dimuat dalam media, berupa berita ataupun opini.
Fungsi Pers
1. Menyiarkan informasi ( informatife)
Merupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini.
2. Mendidik (to educated)
Sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Isi dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya.
3. menghibur (to entertaint)
Khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4. Mempengaruhi (control social)
Tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan sosial ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan sosial. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi kontrol sosial, yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi.
Teori Pers
Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa pers di dunia saat ini dapat dikategorikan menjadi:
• Authoritarian Pers
• Libertarian Pers
• Sosial Responbility Pers
• Soviet Communist Pers
Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori Autoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan apa yang harus didukung rakyat.
Sedang teori Sosial Responbility pers merupakan perkembangan dari teori Libertarian pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritaria pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai fouth state. Pada teori ini pers menempatkan posisi sebagai tanggung jawab sosial.
2. Apa itu Berita
Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas sosial, apakah lantas semua fakta/relitas menjadi berita? tidak. Fakta itu menjadi berita setelah dilaporkan wartawan. Karena itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas fakta seperti apa yang semestinya dilaporkan wartawan dan lalu menjadi berita?. Secara teoritik ada banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu dibagi dua yakni penting dan menarik. Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan berita?. Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan adanya nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut news value (nilai berita).

Obyek Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis seorang jurnalis, maka obyek berita adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalistik dikenal dalam beberapa kriteria;
a. Peristiwa
Merupakan suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian tersebut hanya sekali terjadi.
b. Kasus
Ada suatu kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa itu terjadi. Artinya kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikutnya. Maka kejadian demikian dinamakan suatu kasus.
c. Fenomena
Jika suatu kasus itu ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana. Maka kejadian tersebut dinamakan suatu fenomena.
Nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar minat khalayak pembaca terhadap berita tersebut. Secara lebih rinci dapat diringkaskan sbb;
1. Kedekatan (proximity)
Peristiwa yang memiliki kedekatan dengan kehidupan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
2. Bencana (emergency)
Tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap ancaman terhadap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
3. Konflik (conflict)
Ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok, maupun negara tetap akan menggugah perhatian setiap orang.
4. Kemashuran (prominence)
Biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi public figure cukup besar.
5. Dampak (impact)
Peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
6. Unik
Manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari akan menarik perhatian.
7. Baru (aktual)
Suatu peristiwa yang baru akan memancing minat orang untuk mengetahui.
8. Kontroversial
Sesuatu yang bersifat kontroversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
9. Human Interest
Derita cenderung dijauhi manusia. Dan derita sesama cenderung menarik minat untuk mengetahuinya.
10. Ketegangan (suspense)
Sesuatu yang membuat manusia ingin mengetahui apa yang akan terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu akhir dari peristiwa.
Namun seringkali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama, tetapi pemberitaannya tidak sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.
Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka diperlukan perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari perkiraan bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok yang disebut unsur berita yakni apa (what); siapa (who); dimana (where); kapan (when); mengapa (why); bagaimana (how). Kemudian dikenal dengan 5W + 1H.
Sifat Berita
1. Mengarahkan (directive)
Karena berita itu dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja ataupun tidak. Maka berita itu sifatnya mengarahkan.
2. Membangkitkan Perasaan (effective)
Melaui berita itu dibangkitkan perasaan publik/khalayak.
3. Memberi Informasi (informative)
Berita harus bersifat memberi informasi tentang keadaan yang terjadi, sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahua publik/khalayak.
Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini mengonstruk peristiwa (fakta), tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).
1. Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, perlu diperhatikan beberapa hal berikut;
a. Dapatkan selalu data yang benar.
b. Lakukan re-chek terhadap data yang telah diperoleh.
c. Jangan mudah dan berspekulasi dengan isu ataupun desas-desus.
d. Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kewenangan dan keabsahannya.
2. Balance (keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan ‘both side covered’.
3. Clarity (kejelasan)
Faktor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan. Bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada faktor topik, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan persyaratan penulisan lainnya.
Struktur/susunan Penulisan Berita
Dalam berita terdapat struktur/susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut terdiri dari kepala berita atau judul (head news); topi berita, menunjukkan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, surabaya SP) biasanya digunakan dalam penulisan straight news; intro, diletakkan setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita; tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun struktur penulisan berita sbb;
1. Piramida terbalik
Artinya pokok atau inti berita diletakkan diawal-awal paragraf (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraf selanjutnya tidak penting, cuma bukan merupakan inti dari berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan straight news.
2. Balok tegak
Artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraf. Tetapi terdapat di awal, tengah, dan akhir paragraf. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depht news (indepht reporting ataupun investigasi reporting).
3. Metode Penggalian data
Dalam membuat berita, data menempati posisi penting. Karena melalui data lah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan ‘record’ (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan konstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data. Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung si penulis (observasi) untuk memdapatkan data tentang fakta kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Dengan wawancara juga dimaksudkan untuk melakukan cross-check demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain kedua perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui studi literary terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan), data demikian biasanya dianggap penting.
Observasi
Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan indra (lihat; dengar; cium; sentuh) dalam mengamati dan membaca realitas. Namun dalam pengamatan tersebut observator tidak boleh melakukan penilaian terhadap realitas yang diamati.
Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami gambaran realitas serta detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya untuk memfokuskan amatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas, namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan amatan yang obyektif si pengamat mesti bisa untuk mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orisinil. Langsung artinya, dalam amatannya tidak berdasarkan teori, pikiran, pendapat, ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orisinil, artinya hasil amatannya merupakan hasil cerapan indranya, bukan yang dilaporkan orang lain.
Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang sering dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk menulis berita hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara wartawan bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa/fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross-check/recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data.
Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses tanya jawab seperti ‘saya bertanya-anda menjawab’. Wawancara lebih luas dari sekedar proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan ‘membangun ingatan’. Tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang, entah itu baru terjadi atau telah lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.
Tehnik Wawancara
- Menguasai permasalahan
Ini penting karena untuk menghindari miss-understanding antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
- Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
Pertanyaan yang lebih spesifik akan lebih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topik pembicaraan.
- Jangan menggurui
Karena wawancara bukan proses tanya-jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.
Studi Literary
Suatu data tidak hanya dapat diperoleh melalui pengamatan dan wawancara, tapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang sudah terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan itu juga sangat dipertimbangkan tingkat keabsahannya (valid) dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya keppres, tap MPR, undang-undang, tidak mungkin didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara. Kebutuhan data seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang seperti itu, validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat validitas data itu harus bisa dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian data seorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokumentasi yang sudah ada.
Pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada undang-undang, keppres. Hasil dari sebuah penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai data dokumen, tapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.
Sumber-sumber yang bisa dijadikan bahan dalam riset dokumen/studi literer:
Koran/majalah
Koran/majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi). Riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap pelbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan yang mengandung opini.
Teknik penelusuran data melalui koran/majalah
• Melalui sistem kartu indeks perpustakaan
• Melalui sistem kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi surat kabar
Buku
Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan seperti data-data statistik yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru. Buku layak dijadikan sumber data karena buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.
Beberapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan
• Kamus
• Ensiklopedi
• Biografi
• Tesis/disertasi
• Jurnal
• Internet
4. Bentuk Penulisan Berita
Straight News
Straight news atau sering juga disebut berita langsung merupakan bentuk penulisan berita yang paling sederhana. Pasalnya, hanya dengan menyajikan unsur 4 W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsur why dan how. Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan straight news sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya untuk media-media massa yang terbit berkala lebih banyak memakai pola penulisan features, depht news (indepht reporting maupun investigative reporting).
Permasalahannya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dalam bentuk straight news. Karena straght news sangat terikat dengan unsur kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu ditulis dengan bentuk straight news bila;
1. informasi/berita tentang peristiwa dan bukan fenomena ataupun kasus. Artinya kejadian yang hanya sekali itu saja terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berkelanjutan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat negara, dsb.
2. Informasi/berita itu penting untuk segera diketahui khalayak.
3. Baru (aktual)
Karakteristik Straight News
1. Strukturnya piramida terbalik
Dalam artian teras berita (lead) berupa summary lead, artianya unsur berita what (apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan) diletakkan dalam lead. Sedang unsur how dan why diletakkan dalam tubuh berita (news body), bila dimungkinkan juga menyajikan fakta-fakta tambahan yang dianggap perlu, sehingga kalau dipandang perlu untuk di ‘cut’ maka tidak akan mempengaruhi isi berita.
2. Deskripsinya lugas, hanya mengemukakan fakta-fakta yang perlu untuk kejelasan berita.
3. Irama atau lenggang cerita terkesan terburu-buru.
Depth News
Tulisan ini lazim disebut ‘laporan mendalam’, digunakan untuk menuliskan permasalahan (yang penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas. Yang dijadikan berita biasanya suatu kasus ataupun fenomena. Laporan ini ditulis berdasar hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang matang, sehingga dalam penulisan in-depht reporting ini dibutuhkan out line sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data.
Dalam depht news materi penulisan berita penekanannya pada unsur how (bagaimana) dan why (mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban how dan why secara lebih rinci dan banyak dimensi.
Karakteristik Depth News
1. Strukturnya balok tegak.
2. Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk kejelasan berita.
3. lenggang cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraf sebelum dan sesudahnya.
4. Lebih mendalam dalam menguraikan fakta.



5. Pembuatan Perencanaan Liputan (Outline)
Karena pemberitaan model depht-news lebih menekankan pada unsur why dan how, maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai suatu realitas. Supaya dalam penguraian realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap fokus dalam mengurai suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (outline) sebagai acuan dalam mengurai realitas, mulai dari pengumpulan/penggalian data sampai penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan.
Adapun dalam pembuatan out-line, kita tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena) yang akan diurai. Pengetahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena disajikan dalam tulisan, maka dalam out-line ditentukan sisi mana (angle) yang akan diurai dan disajikan secara mendalam.
Adapun angle dimaksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada batasan yang direncanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan dalam penguraian dan penganalisaan.
Sebagai kerangka acuan dalam liputan mendalam out-line juga memuat perencanaan (ketentuan) data-data yang akan dicari. Dan untuk data yang direncanakan melalui wawancara, ditetukan pula poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis besarnya.

6. Feature
Ini lazim disebut ‘berita kisah’ atau cerita pendek non-fiksi. Dikatakan non-fiksi karena tetap berdasarka pada fakta. Feature juga sering disebut sebagai berita ringan (soft news) karena gaya penulisannya indah memikat, naratif, prosais, imajinatif, dan bahasanya lugas.
Biasanya feature ini mengungkapkan suatu peristiwa (realita sosial) yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian publik dan isinya lebih menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan perasaan khalayak pembaca). Model features dalam penulisan berita tidak terikat aktualitas.
Namun dalam menulis dengan model features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam realitas sosial melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset dokumentasi yang cermat.
Ragam features
1. Historical features
Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah lewat, namun masih tetap mempunyai nilai human interest.
2. Profile features
Mengemukakan pengalaman pribadi seorang atau kelompok. Khalayak pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya, wawasannya, kerangka berpikirnya. Dan dikemas seolah-olah ‘kisah pengakuan diri’ dari orang yangbersangkutan.
3. Adventures features
Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau kelompok dalam perjalanan ke suatu daerah tertentu, baik tentang alam maupun masyarakat.
4. Trend features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi sosial.
5. Seasonal features
Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya.
6. How-to-do-it features
Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau bagaimana cara menghapuskan virus komputer.
7. Explanatory/Backgrounder features
mengisahkan sesuatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan itu terjadi, sebab apa yang melatarbelakangi pemogokan.
8. Human Interest features
menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh perasaan, seperi seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil keringatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya bukan personnya.

Karakteristik features
1. Teras berita (lead) bebas asal tetap menarik.
2. Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik.
3. Bagian akhir tulisan dapat meninggalkan kesan pada pembaca, artinya dapat membuat pembaca tersenyum, tertawa, berdecap. Bagian akhir yang demikian dinamakan punch.
4. lenggang cerita terkesan santai.
5. Deskripsi bervariasi, mengemukakan detil-detil yang menyentuh atau membangkitkan emosi.

7. Opini
Bila berita sebagai hasil konstruksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan kontruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat unsur-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya. Pun penulisannya tidak didasarkan pada 5W + 1H sebagaimana berita.
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini adalah menentukan tema (problema yang akan diurai). Tema merupakan bentangan benang-merah dalam benak penulis yang menggambarkan tujuan tulisan. Merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak akan utuh dan tidak menentu arahnya. Ada berbagai macam bentuk penulisan opini dalam jurnalistik yakni, artikel; kolom; essai; resensi. Beberapa bentuk tulisan tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca media.
Selain bentuk-bentuk tersebut masih ada penulisan lain yang disebut opini. Namun, opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya adalah Editorial/Tajuk yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan yang berupa sentilan, sindiran, terhadap suatu realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu, kocak. Dan karikatur juga merupakan penilain redaksi terhadap realitas, ia tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapkan melalui gambar/kartun.
Syarat Opini
• Orisinil
• Faktual, Aktual
• Bersifat ilmiah populer bukan ilmiah teknis
• Sistematis
• Mengandung gagasan/ide
• Menggunakan bahasanya yang baik dan benar (sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia maupun serapan)

8. Tajuk Rencana (Editorial)
Suatu karya tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena merupakan pandangan redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk Rencana memuat fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk
• Judul yang sifatnya mengimbau pembaca.
• Kalimat untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang.
• Kalimat pada paragraf akhir menggemakan judul dan lead serta mempertegas problem yang dikupas.
Tajuk rencana yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang seniman.
Dengan jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa problema bersifat logis, sangat mempertimbangkan temuan-temuan dalam mengurai problem. Dengan semangat seniman, dimaksudkan lebih pada penyajikan hasil analisa dalam bentuk tulisan agar lebih enak dibaca.

9. Artikel
Merupakan karya jurnalistik yang menyerupai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan permasalahan yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solving. Bahasa yang digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai (tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang–merah. Ini perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari masalah yang paling kecil sampai yang paling besar.

10. Kolom/ Essai
Sama halnya dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk ditarik benang-merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan tulisan lebih terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak seketat seperti di artikel. Bahasa yang digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan idenya.
Dalam essai lebih longgar lagi, dan tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter penulis tercerminkan dalam tulisan essai, kekhasan personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya lentur, alur bahasan lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang lain ada permasalahan yang diuraikan.

11. Resensi
Resensi merupakan bentuk tulisan dalam hal penggambaran/analisa terhadap sebuah teks. Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan sinopsis, penggambaran secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis. Dan seorang resensor harus berlaku seobyektif mungkin dalam menggambarkan/menganalisa teks.

12. Penulisan Berita
Membuat Judul
Judul berita memang bukan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isi berita.
Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita/tulisan. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik, judul perlu kejelasan asosiatif setiap unsur subyek, obyek dan keterangan.
Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari nara sumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah pada subyek yang melontarkan, untuk menjelaskan subyek (nama nara sumber, atau sebuah kegiatan) maka digunakan kickers (pra-judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul di dalam dua tanda petik.
Lead
Lead merupakan paragraf awal dalam tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita.
Ada beberapa macam lead yang biasa digunakan dalam menulis berita:
1. Lead Ringkasan : Biasanya dipakai dalam penulisan “berita keras”. Yang ditulis hanya inti beritanya saja. Sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca. Lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
2. Lead Bercerita : Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat menarik dan membenamkan pembaca dalam alur yang mengasyikkan. Tekniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
3. Lead Pertanyaan : Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pembaca mengenai permasalahan yang diangkat.
4. Lead Menuding Langsung : Biasanya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis.
5. Lead Penggoda : Mengelabui pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca habis cerita yang ditawarkan.
6. Lead Nyentrik : Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita tawarkan. Gaya lead ini sangat khas dan ekstrim dalam bertingkah.
7. Lead Deskriptif : Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu kejadian. Lead ini banyak digemari wartawan ketika menulis feature profil pribadi.
8. Lead Kutipan : Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
9. Lead Gabungan : Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.
Ending
Untuk penutup atau ending story, ada beberapa jenis :
1. Penyengat : Penutup yang biasanya diakhiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan membuatnya seolah-olah terlonjak.
2. Klimaks : Penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
3. Tidak Ada Penyelesaian : Penulis mengakhiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan pokok yang tak terjawab. Jawaban diserahkan kepada pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yang ada.
Alur Penulisan
Kita sering membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan dan dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus ini sebagai penulis ia gagal menyampaikan ide/pikirannya pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami tulisan tersebut. Pertama, bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah faktor yang kedua maka penulis telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Seperti halnya bercerita, menulis juga membutuhkan alur agar tulisan tersusun secara sistematis dan jelas apa yang akan disampaikan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan sebagai alur penulisan
1. sebab-akibat
2. akibat-sebab
3. deskriptif-kronologis

13. Bahasa Jurnalistik*
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruang dan waktu yang relatif terbatas. Dengan demikian dibutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Asas hemat dan jelas ini penting buat seorang jurnalis dalam usaha ke arah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
 Penghematan Unsur Kata
1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti. Misalnya:
agar supaya menjadi agar, supaya
akan tetapi menjadi tapi
apabila menjadi bila
sehingga menjadi hingga
meskipun menjadi meski
walaupun menjadi walau
tidak menjadi tak
(kecuali di ujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari.
Misalnya:
“Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi “Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: “Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.
3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian = lalu
Makin = kian
terkejut = kaget
sangat = amat
demikian = begitu
sekarang = kini
Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa.
 Penghematan Unsur Kalimat
Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.
1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat;
Misalnya:
• “Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: “Merupakan kenyataan, bahwa ...”)
• “Apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: “Yang dikatakan Wijoyo Nitisastro”).
2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
Misalnya:
• “Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: “Akan terus tergantungkah Indonesia“).
• “Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”.
(Bisa disingkat: "Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak").
3. Pemakaian dari sepadan dengan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada
Misalnya:
• “Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”. (Bisa disingkat: “Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
• “Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”. (Bisa disingkat: “Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).
4. Pemakaian untuk sepadan dengan to (lnggris) yang sebenamya bisa ditiadakan: Misalnya:
• “Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”. (Bisa disingkat: “Uni Soviet cenderung mengakui...).
• “Pendirian semacarn itu mudah untuk dipahami”. (Bisa disingkat: “Pendirian semacam itu mudah dipaharni”).
• “GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal” (Bisa disingkat: “GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbarui”).
Catatan:
Dalam kalimat: “Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.
5. Pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
Misalnya:
• “Kera adalah binatang pemamah biak” (Bisa disingkat “Kera binatang pemamah biak”).
Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menerjemahkan “Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: “Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.
6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
• “Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: “Presiden besok meninjau pabrik”).
• “Tadi telah dikatakan.....” (Bisa disingkat: “Tadi dikatakan”)
• “Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: “Kini Clay mempersiapkan diri”).

7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
Misalnya:
• “Gubemur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
• “Tidak diragukan lagi bahwa ia lah orangnya yang tepat”. (Bisa disingkat: “Tak diragukan lagi, ia lah orangnya yang tepat”).
Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.
8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu.
Misalnya:
• “Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”. (Bisa disingkat: “Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
• “Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.
9. Pembentukan kata benda (ke + .... + an atau pe + .... + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarya tak perlu.
Misalnya:
• “PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: “PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
• “Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: "Ia telah tiga kali menipu saya”).
Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.
 Kejelasan Unsur Kata

1. Berhemat dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit,
technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan “cutbrai”) tetap perlu.

2. Menghindari sejauh mungkin akronim.
Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. “Hankam”, “Bappenas”, “Daswati”, “Humas” memang lebih ringkas dari “Pertahanan & Keamanan”, “Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, “Daerah Swantara Tingkat” dan “Hubungan Masyarakat”.
Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: “ortu” untuk “orangtua”; atau di pojok koran: “keruk nasi” untuk “kerukunan nasional”) tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik: (misalnya “Manikebu” untuk “Manifes Kebudayaan”, “Nekolim” untuk “neo-kolonialisme”, “Cinkom” untuk “Cina Komunis”, “ASU” untuk “Ali Surachman”).
Bahasa jumalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya “Djagung” untuk “Djaksa Agung”, “Gepeng” untuk “Gerakan Penghematan”, “sas-sus” untuk “desas-desus”. Karena akronim bisa mengaburkan pengerian kata-kata yang diakronimkan.
Kejelasan Unsur Kalimat
Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.

B. Penutup
Semoga panduan materi ini bermanfaat bagi semua pihak. Dan materi ini pastinya sudah banyak mengalami perubahan dan perbaharuan karenanya jika ada kekurangan data dan informasi kami menerima masukan dengan senang hati. Salam persma....!!


Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Form@ Fak. Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya