Sabtu, 11 Juli 2009

BUKU PANDUAN

Diklat Jurnalistik Dasar Dan Rekrutmen Kru Baru
“REKONSTRUKSI KEBEBASAN PERS DALAM BINGKAI KEKINIAN”
Lembaga Pers Mahasiswa Forma Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya
2006


A. Pendahuluan
Sebagai salah satu pilar negara, pers punya peran yang lain dari pilar yang lain. Pers dengan fungsi utamanya sebagai pemberi informasi sangat di butuhkan di negara penganut sistem demokrasi ini. Ketika pemilihan presiden dan wakilny di lakukan secara langsung untuk pertama kalinya pada 5 April 2004 yang merupakan pemilu ke-9 dalam sejarah Republik Indonesia, fungsi pers sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya sangat penting dan di perlukan. Baik pers cetak seperti koran, atau elektronik seperti televisi dan radio.
Dengan informasi yang benar, khalayak akan mampu mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya, masyaraakt dan bangsanya. Dan tujuan itu tidak akan tercapai jika pers tidak di beri kebebasan dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi informasi yang harus seobjektif mungkin.
Namun bagaimana sebenarnya kebebasan pers tampaknya belum jelas hingga hari ini, sehingga tidak banyak di pahami oleh khalayak bahkan tidak jarang oleh pekerja pers itu sendiri. Salah satu bukti yang masih hangat adalha di demonya majalah Denmark yang memuat karikatur Nabi Muhammad oleh umat Islam di seluruh belahan dunia. Padahal merek amengatakan bahwa itu adalah bagian dari kebebasan pers.
Sebagaimana di kemukakan oleh Mitchel V Charnley, kebebasan pers itu bukan berarti; “Government, keep your hands-off”-(hai pemerintah jangan ikut campur!)-. Tetapi artinya adalah; “keep your hands off so that media may help the people to preserve the democratic system”-(jangan ikut campur sehingga media dapat membantu rakyat memelihara sistem demokrasi)-. Menurutnya demokrasi adalah sarana bukan tujuan; pelindungnya adalah publik bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-undang dan aparat penegak.
Berita yang di informasikan oleh pers, sering juga di anggap melebih-lebihkan dan sesuaikenyataan. Sebagimana di katakan oleh para pejabat pemerintah yang mengatakan bahwa media melebih-lebihkan adanya bencana kelaparan di Yahukimo Desember tahun lalu.
Lalu, sampai batas mana sebenarnya pers punya kebebasan. Jika semua kejadian, peristiwa dan realita yang di informasikan di anggap melecehkan, mencemarkan nama baik dan melebih-lebihkan.
Karenaya kita sebagai kelompok masyarakat yang berpendidikan punya tugas berat. Untuk memperjuangkan kebebasan pers yang tegas dan terjamin. Supaya tidak ada lagi pekerja pers yang di tangkap, di sandra dan di aniaya saat menjalankan tugasnya.
Sebagai pers mahasiswa yang punya idealisme tinggi, kita wajib mewujudkan mimpi itu. Dan mimpi itu tidak akan terwujud tanpa kerja sama dan keterlibatan semua pihak termasuk Anda. Mulailah mewujudkan mimpi itu dengan bergabung bersama kami hari ini. Kita wujudkan mimpi itu bersama-sama.



B. Materi –materi diklat Jurnalistik Dasar

1. Pengetahuan tentang Pers dan Jurnalistik
Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris press yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tidak. Pada awal kemuculannya media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring percepatan teknologi informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul media elektronik: audio, audio-visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan berita ataupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan, penulisan yang hasilnya disiarkan pada publik/khalayak pembaca melalui media/pers: cetak, audio, audio-visual. Dalam kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang dimuat dalam media, berupa berita ataupun opini.
Fungsi Pers
1. Menyiarkan informasi ( informatife)
Merupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini.
2. Mendidik (to educated)
Sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Isi dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya.
3. menghibur (to entertaint)
Khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4. Mempengaruhi (control social)
Tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan sosial ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan sosial. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi kontrol sosial, yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi.
Teori Pers
Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa pers di dunia saat ini dapat dikategorikan menjadi:
• Authoritarian Pers
• Libertarian Pers
• Sosial Responbility Pers
• Soviet Communist Pers
Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori Autoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan apa yang harus didukung rakyat.
Sedang teori Sosial Responbility pers merupakan perkembangan dari teori Libertarian pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritaria pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai fouth state. Pada teori ini pers menempatkan posisi sebagai tanggung jawab sosial.
2. Apa itu Berita
Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas sosial, apakah lantas semua fakta/relitas menjadi berita? tidak. Fakta itu menjadi berita setelah dilaporkan wartawan. Karena itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas fakta seperti apa yang semestinya dilaporkan wartawan dan lalu menjadi berita?. Secara teoritik ada banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu dibagi dua yakni penting dan menarik. Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan berita?. Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan adanya nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut news value (nilai berita).

Obyek Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis seorang jurnalis, maka obyek berita adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalistik dikenal dalam beberapa kriteria;
a. Peristiwa
Merupakan suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian tersebut hanya sekali terjadi.
b. Kasus
Ada suatu kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa itu terjadi. Artinya kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikutnya. Maka kejadian demikian dinamakan suatu kasus.
c. Fenomena
Jika suatu kasus itu ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana. Maka kejadian tersebut dinamakan suatu fenomena.
Nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar minat khalayak pembaca terhadap berita tersebut. Secara lebih rinci dapat diringkaskan sbb;
1. Kedekatan (proximity)
Peristiwa yang memiliki kedekatan dengan kehidupan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
2. Bencana (emergency)
Tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap ancaman terhadap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
3. Konflik (conflict)
Ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok, maupun negara tetap akan menggugah perhatian setiap orang.
4. Kemashuran (prominence)
Biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi public figure cukup besar.
5. Dampak (impact)
Peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
6. Unik
Manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari akan menarik perhatian.
7. Baru (aktual)
Suatu peristiwa yang baru akan memancing minat orang untuk mengetahui.
8. Kontroversial
Sesuatu yang bersifat kontroversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
9. Human Interest
Derita cenderung dijauhi manusia. Dan derita sesama cenderung menarik minat untuk mengetahuinya.
10. Ketegangan (suspense)
Sesuatu yang membuat manusia ingin mengetahui apa yang akan terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu akhir dari peristiwa.
Namun seringkali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama, tetapi pemberitaannya tidak sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.
Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka diperlukan perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari perkiraan bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok yang disebut unsur berita yakni apa (what); siapa (who); dimana (where); kapan (when); mengapa (why); bagaimana (how). Kemudian dikenal dengan 5W + 1H.
Sifat Berita
1. Mengarahkan (directive)
Karena berita itu dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja ataupun tidak. Maka berita itu sifatnya mengarahkan.
2. Membangkitkan Perasaan (effective)
Melaui berita itu dibangkitkan perasaan publik/khalayak.
3. Memberi Informasi (informative)
Berita harus bersifat memberi informasi tentang keadaan yang terjadi, sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahua publik/khalayak.
Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini mengonstruk peristiwa (fakta), tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).
1. Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, perlu diperhatikan beberapa hal berikut;
a. Dapatkan selalu data yang benar.
b. Lakukan re-chek terhadap data yang telah diperoleh.
c. Jangan mudah dan berspekulasi dengan isu ataupun desas-desus.
d. Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kewenangan dan keabsahannya.
2. Balance (keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan ‘both side covered’.
3. Clarity (kejelasan)
Faktor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan. Bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada faktor topik, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan persyaratan penulisan lainnya.
Struktur/susunan Penulisan Berita
Dalam berita terdapat struktur/susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut terdiri dari kepala berita atau judul (head news); topi berita, menunjukkan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, surabaya SP) biasanya digunakan dalam penulisan straight news; intro, diletakkan setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita; tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun struktur penulisan berita sbb;
1. Piramida terbalik
Artinya pokok atau inti berita diletakkan diawal-awal paragraf (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraf selanjutnya tidak penting, cuma bukan merupakan inti dari berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan straight news.
2. Balok tegak
Artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraf. Tetapi terdapat di awal, tengah, dan akhir paragraf. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depht news (indepht reporting ataupun investigasi reporting).
3. Metode Penggalian data
Dalam membuat berita, data menempati posisi penting. Karena melalui data lah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan ‘record’ (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan konstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data. Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung si penulis (observasi) untuk memdapatkan data tentang fakta kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Dengan wawancara juga dimaksudkan untuk melakukan cross-check demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain kedua perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui studi literary terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan), data demikian biasanya dianggap penting.
Observasi
Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan indra (lihat; dengar; cium; sentuh) dalam mengamati dan membaca realitas. Namun dalam pengamatan tersebut observator tidak boleh melakukan penilaian terhadap realitas yang diamati.
Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami gambaran realitas serta detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya untuk memfokuskan amatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas, namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan amatan yang obyektif si pengamat mesti bisa untuk mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orisinil. Langsung artinya, dalam amatannya tidak berdasarkan teori, pikiran, pendapat, ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orisinil, artinya hasil amatannya merupakan hasil cerapan indranya, bukan yang dilaporkan orang lain.
Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang sering dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk menulis berita hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara wartawan bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa/fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross-check/recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data.
Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses tanya jawab seperti ‘saya bertanya-anda menjawab’. Wawancara lebih luas dari sekedar proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan ‘membangun ingatan’. Tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang, entah itu baru terjadi atau telah lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.
Tehnik Wawancara
- Menguasai permasalahan
Ini penting karena untuk menghindari miss-understanding antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
- Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
Pertanyaan yang lebih spesifik akan lebih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topik pembicaraan.
- Jangan menggurui
Karena wawancara bukan proses tanya-jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.
Studi Literary
Suatu data tidak hanya dapat diperoleh melalui pengamatan dan wawancara, tapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang sudah terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan itu juga sangat dipertimbangkan tingkat keabsahannya (valid) dan dapat dipertangungjawabkan. Misalnya keppres, tap MPR, undang-undang, tidak mungkin didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara. Kebutuhan data seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang seperti itu, validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat validitas data itu harus bisa dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian data seorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokumentasi yang sudah ada.
Pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada undang-undang, keppres. Hasil dari sebuah penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai data dokumen, tapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.
Sumber-sumber yang bisa dijadikan bahan dalam riset dokumen/studi literer:
Koran/majalah
Koran/majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi). Riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap pelbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan yang mengandung opini.
Teknik penelusuran data melalui koran/majalah
• Melalui sistem kartu indeks perpustakaan
• Melalui sistem kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi surat kabar
Buku
Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan seperti data-data statistik yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru. Buku layak dijadikan sumber data karena buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.
Beberapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan
• Kamus
• Ensiklopedi
• Biografi
• Tesis/disertasi
• Jurnal
• Internet
4. Bentuk Penulisan Berita
Straight News
Straight news atau sering juga disebut berita langsung merupakan bentuk penulisan berita yang paling sederhana. Pasalnya, hanya dengan menyajikan unsur 4 W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsur why dan how. Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan straight news sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya untuk media-media massa yang terbit berkala lebih banyak memakai pola penulisan features, depht news (indepht reporting maupun investigative reporting).
Permasalahannya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dalam bentuk straight news. Karena straght news sangat terikat dengan unsur kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu ditulis dengan bentuk straight news bila;
1. informasi/berita tentang peristiwa dan bukan fenomena ataupun kasus. Artinya kejadian yang hanya sekali itu saja terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berkelanjutan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat negara, dsb.
2. Informasi/berita itu penting untuk segera diketahui khalayak.
3. Baru (aktual)
Karakteristik Straight News
1. Strukturnya piramida terbalik
Dalam artian teras berita (lead) berupa summary lead, artianya unsur berita what (apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan) diletakkan dalam lead. Sedang unsur how dan why diletakkan dalam tubuh berita (news body), bila dimungkinkan juga menyajikan fakta-fakta tambahan yang dianggap perlu, sehingga kalau dipandang perlu untuk di ‘cut’ maka tidak akan mempengaruhi isi berita.
2. Deskripsinya lugas, hanya mengemukakan fakta-fakta yang perlu untuk kejelasan berita.
3. Irama atau lenggang cerita terkesan terburu-buru.
Depth News
Tulisan ini lazim disebut ‘laporan mendalam’, digunakan untuk menuliskan permasalahan (yang penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas. Yang dijadikan berita biasanya suatu kasus ataupun fenomena. Laporan ini ditulis berdasar hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang matang, sehingga dalam penulisan in-depht reporting ini dibutuhkan out line sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data.
Dalam depht news materi penulisan berita penekanannya pada unsur how (bagaimana) dan why (mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban how dan why secara lebih rinci dan banyak dimensi.
Karakteristik Depth News
1. Strukturnya balok tegak.
2. Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk kejelasan berita.
3. lenggang cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraf sebelum dan sesudahnya.
4. Lebih mendalam dalam menguraikan fakta.



5. Pembuatan Perencanaan Liputan (Outline)
Karena pemberitaan model depht-news lebih menekankan pada unsur why dan how, maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai suatu realitas. Supaya dalam penguraian realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap fokus dalam mengurai suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (outline) sebagai acuan dalam mengurai realitas, mulai dari pengumpulan/penggalian data sampai penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan.
Adapun dalam pembuatan out-line, kita tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena) yang akan diurai. Pengetahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena disajikan dalam tulisan, maka dalam out-line ditentukan sisi mana (angle) yang akan diurai dan disajikan secara mendalam.
Adapun angle dimaksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada batasan yang direncanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan dalam penguraian dan penganalisaan.
Sebagai kerangka acuan dalam liputan mendalam out-line juga memuat perencanaan (ketentuan) data-data yang akan dicari. Dan untuk data yang direncanakan melalui wawancara, ditetukan pula poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis besarnya.

6. Feature
Ini lazim disebut ‘berita kisah’ atau cerita pendek non-fiksi. Dikatakan non-fiksi karena tetap berdasarka pada fakta. Feature juga sering disebut sebagai berita ringan (soft news) karena gaya penulisannya indah memikat, naratif, prosais, imajinatif, dan bahasanya lugas.
Biasanya feature ini mengungkapkan suatu peristiwa (realita sosial) yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian publik dan isinya lebih menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan perasaan khalayak pembaca). Model features dalam penulisan berita tidak terikat aktualitas.
Namun dalam menulis dengan model features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam realitas sosial melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset dokumentasi yang cermat.
Ragam features
1. Historical features
Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah lewat, namun masih tetap mempunyai nilai human interest.
2. Profile features
Mengemukakan pengalaman pribadi seorang atau kelompok. Khalayak pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya, wawasannya, kerangka berpikirnya. Dan dikemas seolah-olah ‘kisah pengakuan diri’ dari orang yangbersangkutan.
3. Adventures features
Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau kelompok dalam perjalanan ke suatu daerah tertentu, baik tentang alam maupun masyarakat.
4. Trend features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi sosial.
5. Seasonal features
Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya.
6. How-to-do-it features
Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau bagaimana cara menghapuskan virus komputer.
7. Explanatory/Backgrounder features
mengisahkan sesuatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan itu terjadi, sebab apa yang melatarbelakangi pemogokan.
8. Human Interest features
menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh perasaan, seperi seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil keringatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya bukan personnya.

Karakteristik features
1. Teras berita (lead) bebas asal tetap menarik.
2. Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik.
3. Bagian akhir tulisan dapat meninggalkan kesan pada pembaca, artinya dapat membuat pembaca tersenyum, tertawa, berdecap. Bagian akhir yang demikian dinamakan punch.
4. lenggang cerita terkesan santai.
5. Deskripsi bervariasi, mengemukakan detil-detil yang menyentuh atau membangkitkan emosi.

7. Opini
Bila berita sebagai hasil konstruksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan kontruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat unsur-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya. Pun penulisannya tidak didasarkan pada 5W + 1H sebagaimana berita.
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini adalah menentukan tema (problema yang akan diurai). Tema merupakan bentangan benang-merah dalam benak penulis yang menggambarkan tujuan tulisan. Merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak akan utuh dan tidak menentu arahnya. Ada berbagai macam bentuk penulisan opini dalam jurnalistik yakni, artikel; kolom; essai; resensi. Beberapa bentuk tulisan tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca media.
Selain bentuk-bentuk tersebut masih ada penulisan lain yang disebut opini. Namun, opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya adalah Editorial/Tajuk yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan yang berupa sentilan, sindiran, terhadap suatu realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu, kocak. Dan karikatur juga merupakan penilain redaksi terhadap realitas, ia tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapkan melalui gambar/kartun.
Syarat Opini
• Orisinil
• Faktual, Aktual
• Bersifat ilmiah populer bukan ilmiah teknis
• Sistematis
• Mengandung gagasan/ide
• Menggunakan bahasanya yang baik dan benar (sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia maupun serapan)

8. Tajuk Rencana (Editorial)
Suatu karya tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena merupakan pandangan redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk Rencana memuat fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk
• Judul yang sifatnya mengimbau pembaca.
• Kalimat untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang.
• Kalimat pada paragraf akhir menggemakan judul dan lead serta mempertegas problem yang dikupas.
Tajuk rencana yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang seniman.
Dengan jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa problema bersifat logis, sangat mempertimbangkan temuan-temuan dalam mengurai problem. Dengan semangat seniman, dimaksudkan lebih pada penyajikan hasil analisa dalam bentuk tulisan agar lebih enak dibaca.

9. Artikel
Merupakan karya jurnalistik yang menyerupai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan permasalahan yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solving. Bahasa yang digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai (tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang–merah. Ini perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari masalah yang paling kecil sampai yang paling besar.

10. Kolom/ Essai
Sama halnya dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk ditarik benang-merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan tulisan lebih terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak seketat seperti di artikel. Bahasa yang digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan idenya.
Dalam essai lebih longgar lagi, dan tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter penulis tercerminkan dalam tulisan essai, kekhasan personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya lentur, alur bahasan lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang lain ada permasalahan yang diuraikan.

11. Resensi
Resensi merupakan bentuk tulisan dalam hal penggambaran/analisa terhadap sebuah teks. Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan sinopsis, penggambaran secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis. Dan seorang resensor harus berlaku seobyektif mungkin dalam menggambarkan/menganalisa teks.

12. Penulisan Berita
Membuat Judul
Judul berita memang bukan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isi berita.
Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita/tulisan. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik, judul perlu kejelasan asosiatif setiap unsur subyek, obyek dan keterangan.
Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari nara sumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah pada subyek yang melontarkan, untuk menjelaskan subyek (nama nara sumber, atau sebuah kegiatan) maka digunakan kickers (pra-judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul di dalam dua tanda petik.
Lead
Lead merupakan paragraf awal dalam tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita.
Ada beberapa macam lead yang biasa digunakan dalam menulis berita:
1. Lead Ringkasan : Biasanya dipakai dalam penulisan “berita keras”. Yang ditulis hanya inti beritanya saja. Sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca. Lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
2. Lead Bercerita : Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat menarik dan membenamkan pembaca dalam alur yang mengasyikkan. Tekniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
3. Lead Pertanyaan : Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pembaca mengenai permasalahan yang diangkat.
4. Lead Menuding Langsung : Biasanya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis.
5. Lead Penggoda : Mengelabui pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca habis cerita yang ditawarkan.
6. Lead Nyentrik : Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita tawarkan. Gaya lead ini sangat khas dan ekstrim dalam bertingkah.
7. Lead Deskriptif : Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu kejadian. Lead ini banyak digemari wartawan ketika menulis feature profil pribadi.
8. Lead Kutipan : Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
9. Lead Gabungan : Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.
Ending
Untuk penutup atau ending story, ada beberapa jenis :
1. Penyengat : Penutup yang biasanya diakhiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan membuatnya seolah-olah terlonjak.
2. Klimaks : Penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
3. Tidak Ada Penyelesaian : Penulis mengakhiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan pokok yang tak terjawab. Jawaban diserahkan kepada pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yang ada.
Alur Penulisan
Kita sering membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan dan dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus ini sebagai penulis ia gagal menyampaikan ide/pikirannya pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami tulisan tersebut. Pertama, bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah faktor yang kedua maka penulis telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Seperti halnya bercerita, menulis juga membutuhkan alur agar tulisan tersusun secara sistematis dan jelas apa yang akan disampaikan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan sebagai alur penulisan
1. sebab-akibat
2. akibat-sebab
3. deskriptif-kronologis

13. Bahasa Jurnalistik*
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruang dan waktu yang relatif terbatas. Dengan demikian dibutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Asas hemat dan jelas ini penting buat seorang jurnalis dalam usaha ke arah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
 Penghematan Unsur Kata
1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti. Misalnya:
agar supaya menjadi agar, supaya
akan tetapi menjadi tapi
apabila menjadi bila
sehingga menjadi hingga
meskipun menjadi meski
walaupun menjadi walau
tidak menjadi tak
(kecuali di ujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari.
Misalnya:
“Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi “Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: “Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.
3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian = lalu
Makin = kian
terkejut = kaget
sangat = amat
demikian = begitu
sekarang = kini
Catatan: Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa.
 Penghematan Unsur Kalimat
Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.
1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat;
Misalnya:
• “Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: “Merupakan kenyataan, bahwa ...”)
• “Apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: “Yang dikatakan Wijoyo Nitisastro”).
2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan:
Misalnya:
• “Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: “Akan terus tergantungkah Indonesia“).
• “Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”.
(Bisa disingkat: "Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak").
3. Pemakaian dari sepadan dengan of (Inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada
Misalnya:
• “Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”. (Bisa disingkat: “Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
• “Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”. (Bisa disingkat: “Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).
4. Pemakaian untuk sepadan dengan to (lnggris) yang sebenamya bisa ditiadakan: Misalnya:
• “Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”. (Bisa disingkat: “Uni Soviet cenderung mengakui...).
• “Pendirian semacarn itu mudah untuk dipahami”. (Bisa disingkat: “Pendirian semacam itu mudah dipaharni”).
• “GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal” (Bisa disingkat: “GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbarui”).
Catatan:
Dalam kalimat: “Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.
5. Pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu:
Misalnya:
• “Kera adalah binatang pemamah biak” (Bisa disingkat “Kera binatang pemamah biak”).
Catatan: Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menerjemahkan “Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: “Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.
6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
• “Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: “Presiden besok meninjau pabrik”).
• “Tadi telah dikatakan.....” (Bisa disingkat: “Tadi dikatakan”)
• “Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: “Kini Clay mempersiapkan diri”).

7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
Misalnya:
• “Gubemur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
• “Tidak diragukan lagi bahwa ia lah orangnya yang tepat”. (Bisa disingkat: “Tak diragukan lagi, ia lah orangnya yang tepat”).
Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.
8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu.
Misalnya:
• “Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”. (Bisa disingkat: “Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
• “Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.
9. Pembentukan kata benda (ke + .... + an atau pe + .... + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarya tak perlu.
Misalnya:
• “PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: “PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
• “Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: "Ia telah tiga kali menipu saya”).
Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.
 Kejelasan Unsur Kata

1. Berhemat dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit,
technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan “cutbrai”) tetap perlu.

2. Menghindari sejauh mungkin akronim.
Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. “Hankam”, “Bappenas”, “Daswati”, “Humas” memang lebih ringkas dari “Pertahanan & Keamanan”, “Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, “Daerah Swantara Tingkat” dan “Hubungan Masyarakat”.
Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: “ortu” untuk “orangtua”; atau di pojok koran: “keruk nasi” untuk “kerukunan nasional”) tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik: (misalnya “Manikebu” untuk “Manifes Kebudayaan”, “Nekolim” untuk “neo-kolonialisme”, “Cinkom” untuk “Cina Komunis”, “ASU” untuk “Ali Surachman”).
Bahasa jumalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya “Djagung” untuk “Djaksa Agung”, “Gepeng” untuk “Gerakan Penghematan”, “sas-sus” untuk “desas-desus”. Karena akronim bisa mengaburkan pengerian kata-kata yang diakronimkan.
Kejelasan Unsur Kalimat
Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.

B. Penutup
Semoga panduan materi ini bermanfaat bagi semua pihak. Dan materi ini pastinya sudah banyak mengalami perubahan dan perbaharuan karenanya jika ada kekurangan data dan informasi kami menerima masukan dengan senang hati. Salam persma....!!


Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Form@ Fak. Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar: